Puluhan Warga Geruduk Kantor BRI Bantul, Minta Kejelasan Pelelangan Sepihak

DEMONSTRASI: Puluhan warga yang tergabung dalam komunitas UMKM DIY geruduk kantor BRI Bantul tuntut keputusan pelelangan sepihak, Rabu (22/5). (JANIKA IRAWAN/JOGLO JOGJA)

BANTUL, Joglo Jogja – Puluhan warga yang tergabung dalam Komunitas Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berdemonstrasi di depan gedung bank BRI Cabang Kabupaten Bantul. Mereka menuntut kejelasan terhadap pelelangan sepihak yang lakukan bank BRI terhadap salah satu nasabahnya.

Juru bicara satgas komunitas UMKM DIY Waljito menyampaikan, mereka mendatangi bank BRI Cabang Bantul dalam rangka mendampingi salah satu anggota sesama UMKM, yakni Rusli Effendi yang tidak bisa membayar angsuran kredit bank. Ketidakmampuan membayar ini disebabkan karena usaha kerajinan yang ia jalankan mengalami kebangkrutan akibat Covid-19 beberapa waktu lalu.

Waljito menjelaskan, alasan mereka melakukan aksi demonstrasi ini adalah untuk meminta kejelasan terhadap keputusan sepihak yang dilakukan bank BRI. Yaitu keputusan melakukan pelelang terhadap tanah dan gedung milik Rusli Effendi.

“Tetapi yang lebih mencengangkan adalah ketika tanpa ada penyebab apapun, baru peringatan satu pemberitahuannya sudah mau dilelang. Setelah putus itu, tanpa ada komunikasi, tahu-tahu aset mereka itu sudah berpindah tangan kepada orang lain,” ungkapnya, Rabu (22/5).

Menurutnya, mereka mendatangi kantor cabang BRI Bantul dengan maksud melakukan klarifikasi, tapi etika baik itu ditanggapi kurang baik. Pihak bank mengatakan bahwa prosedur lelang sudah berjalan, baik itu  pemberitahuan, rescheduling, dan sebagainya. “Tapi kondisi di lapangan tidak seperti itu,” imbuhnya.

Lebih lanjut, dia menjelaskan, dengan keputusan itu pihaknya menganggap BRI bukan lagi sebuah lembaga bank yang kemudian menyalurkan kredit dan juga melakukan pembinaan kepada UMKM. Mereka menganggap BRI telah menghianati nasabahnya.

“Dalam hal ini apa yang dilakukan bank BRI hanya murni terkait dengan urusan pinjam meminjam saja, sehingga kami sangat menyesalkan sikap dari BRI Bantul. Ketika kita ada permasalahan sedikit saja, maka mereka menzalimi dengan merampas hak kita tanpa konfirmasi kepada kita terlebih dahulu. Dan ke depan, kami akan terus melakukan perlawanan, baik secara hukum maupun secara non hukum atau sosial,” tegasnya.

Padahal, juara Waljito, ada aturan di UU No.14 tahun 1996 yang menyatakan harus ada proses peringatan tahap tiga, kemudian harus ada tahap sita selama 14 hari, setelah itu baru proses lelang bisa dilakukan. Masa sita itu kemudian dipakai untuk melakukan negosiasi dan juga mediasi supaya harga lelang itu bisa sesuai dengan harga normal. Tidak merugikan bagi nasabah.

Lebih lanjut, Rusli Efendi selaku pihak yang berperkara menjelaskan, awal mulanya dirinya melakukan kredit ke bank BRI pada tahun 2014 lalu sebesar Rp500 juta rupiah dengan jaminan tanah seluas kurang lebih 700 meter persegi beserta bangunannya. Adapun tujuan ia meminjam yaitu untuk membesarkan usaha kerajinan yang ia jalan.

Namun berselang waktu, pada saat pandemi Covid-19 lalu, yang kemudian muncul kebijakan PPKM level empat yang menyebabkan usaha yang ia jalankan menjadi tersendat. Ia pun kesulitan untuk membayar angsuran tersebut.

“Saya kredit pada tahun 2014 itu untuk harapannya untuk membesarkan usaha. Namun pada akhirnya tahun 2019 ada Covid-19, di mana ada PPKM level 4, usaha-usaha tidak boleh. Otomatis usaha saya tersendat maupun bangkit sulit sampai sekarang,” ungkapnya.

AKSI: Komunitas UMKM DIY saat melakukan demonstrasi di depan kantor BRI Bantul, Rabu (22/5). (JANIKA IRAWAN/JOGLO JOGJA)

Karena kesulitan mengembalikan angsuran dan bunganya itu, Rusli mengajukan syarat keberatan sampai kemudian dijatuhi Surat Peringatan 2 dari pihak bank. Akhirnya, pihak bank pun melakukan relaksasi dan aturan itu dituruti oleh Rusli. Akan tetapi, setelah masa relaksasi habis, proses penyelesaian angsuran kembali seperti normal.

“Dari syarat itu, ternyata tahu-tahu ada orang datang ke rumah saya bawa sertifikat yang sudah beralih tangan. Padahal saat itu gedung saya dikontrak untuk pembuatan sarung tangan untuk membayar cicilan. Yang mengontrak mau memperpanjang dengan syarat meminta izin menempati gedung saya. Tapi sampai detik ini saya tidak pernah mendapatkan izin dari bank BRI Bantul,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Rusli menjelaskan, setelah bertemu dengan pihak bank, pihak bank mengaku sudah mengirimkan surat pelelangan, undangan, dan sebagainya kepada dirinya. Namun berbagai surat itu tidak pernah sampai kepada dirinya.

“Jadi saya tidak tahu gedung saya lakunya berapa, sisanya berapa, karena tidak ada pemberitahuan. Yang memberitahu itu yang membeli, saya jadi bingung kok seperti ini,” ujarnya.

Menanggapi hal itu, Pemimpin Cabang BRI Kabupaten Bantul Christison Tumbur Simanjuntak menyampaikan, dalam melakukan penyelesaian kredit bermasalah, kantor cabang BRI Bantul senantiasa mengikuti ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta menjunjung tinggi good corporate governance. Pihaknya juga mengatakan, dalam melakukan penyelesaian kredit, BRI telah melakukan langkah-langkah penyelesaian kredit BRI termasuk dengan memberikan restrukturisasi kredit sesuai dengan pertimbangan dan ketentuan yang berlaku.

“Bahwa terkait pelaksanaan lelang merupakan upaya terakhir yang di tempuh BRI selaku kreditur dan pemegang hak tanggungan. Bahwa dalam setiap proses pelaksanaan lelang eksekusi hak tanggungan, kantor cabang BRI Bantul memastikan seluruh tahapan proses pelaksanaan lelang telah dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku sebagaimana yg diatur dalam UU No. 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan dan peraturan menteri keuangan atau PMK No. 122 tahun 2023 tentang petunjuk pelaksanaan lelang,” tandasnya.

Akan tetapi, dalam keterangan tersebut pihak bank tidak memberikan kesempatan untuk memberikan pertanyaan. Jawaban itu hanya mereka nyatakan untuk memberikan tanggapan terhadap aksi demonstrasi warga. (nik/abd)