Kudus  

Realisasi PAD Pajak Kudus Capai Rp 52,8 M

PELAYANAN: Tampak beberapa petugas BBKAD sedang melakukan pelayanan di gedung A kantor Setda Kudus, Selasa (29/5/2024). (DYAH NURMAYA SARI/JOGLO JATENG)

KUDUS, Joglo Jateng – Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Kudus pada triwulan pertama tahun anggaran 2024 terealisasi Rp 52,8 miliar atau 29,11 persen dari jumlah yang ditargetkan sebanyak Rp 181,4 miliar.

Jumlah tersebut meliputi pajak bumi bangunan (PBB) sebanyak Rp 6,07 miliar. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) sebanyak Rp 13 miliar. Pajak barang sisa tertentu sebanyak Rp 30 miliar. Hal itu meliputi pajak makanan, dan minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, jasa kesenian, dan hiburan.

Kemudian Pajak reklame sebanyak Rp 950 juta. Pajak air tanah sebanyak Rp 159 juta.  Pajak sarang walet sebanyak Rp 1,5 juta.

Kepala Bidang (Kabid) Pendapatan pada Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Kudus, Pudjiastuti Setianingrum  mengatakan, dari beberapa sumber pendapatan pajak, paling banyak bersumber pada pajak listrik.

“Sumber pajak dari listrik bisa menyumbang 30 persen dari PAD, ” katanya Rabu (29/5/2024).

Sementara sumber pajak yang sering mengalami tunggakan terjadi pada PBB. Sebab, kebanyakan masyarakat belum memahami mengenai pembayaran pajak bangunan. Ia mencontohkan, saat masyarakat hendak balik nama sertifikat tidak juga mengurus Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Akibatnya, tunggakan pajak dirasa lebih banyak. Sehingga membebani masyarakat untuk membayar pajak.

“Karena perubahan SPPT tidak bisa dirubah secara otomatis. Melainkan harus diajukan oleh orang yang bersangkutan,” terangnya.

Meski demikian, pihaknya optimis bisa mengejar PAD yang ditargetkan. Pihaknya terus berupaya berkoordinasi dengan pemerintah daerah melalui camat dan kepala desa untuk memberikan informasi kepada masyarakat. Selain itu, pihaknya juga melakukan penagihan tunggakan pajak. Baik PBB maupun pajak perusahaan. Masyarakat yang memiliki tunggakan pajak dikenai denda 1-24 persen perbulan dari pokok pajak.

“Diharapkan masyarakat bisa patuh terhadap pajak karena itu akan kembali pada masyarakat itu sendiri,” paparnya.

Ia juga menghimbau warga yang sudah beli tanah, warga yang dapat tanah warisan/hibah, kapling yang sudah pecah tapi PBB masih gelondong jadi satu.

Ini segera di ajukan perubahannya karena perubahan SPPT tidak bisa secara otomatis. Harus diajukan oleh warga yang bersangkutan. Manakala sudah punya sertifikat harus dibarengi dengan perubahan SPPT agar sertifikat dan SPPT itu sama. (cr3/fat)