YOGYAKARTA, Joglo Jogja – Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyuarakan kekhawatirannya mengenai kekerasan berbasis teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) yang kian meningkat. Oleh sebab itu, masyarakat diminta untuk berani speak up atau bersuara ketika menjumpai kejahatan berbasis AI.
Kabid Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Khusus Anak DP3AP2 DIY, Hera Aprilia menyebutkan, kejahatan ini sering kali berkaitan dengan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) yang dimulai dari hubungan pribadi atau komunikasi intens antara pelaku dan korban. “Dalam banyak kasus, pelaku menggunakan hubungan pacaran atau komunikasi intens untuk meminta korban mengirimkan foto. Seperti foto tampak muka dengan jelas, kemudian diedit untuk ditempel dengan badan orang telanjang,” ujarnya, belum lama ini.
Pihaknya menyebut, mahasiswi menjadi salah satu kelompok yang rentan terhadap jenis kejahatan ini, dan dampaknya sering kali merusak kondisi psikologis korban. Pelaku biasanya memanfaatkan teknologi AI untuk mengedit foto-foto korban dan menyebarkannya tanpa izin. “Praktik ini sering kali digunakan untuk kepentingan iklan yang tidak bertanggung jawab, menambah tekanan psikologis pada korban,” tuturnya.
Meski demikian, hingga kini belum ditemukan kasus kejahatan berbasis gender melalui AI di DIY. “Kita berharap tidak ada kasus seperti itu. Jika ada, kami akan segera menanganinya bersama Polda DIY,” tegasnya.
Sementara itu, Humas Polda DIY menegaskan bahwa setiap kejahatan yang melibatkan AI akan dilacak oleh tim siber di Kriminal Khusus (Krimsus). Walaupun belum ada laporan mengenai kejahatan seksual siber berbasis AI, masyarakat diimbau untuk segera melapor jika menemui kasus semacam itu.
“Kami akan bekerja sama dengan seluruh lapisan untuk menangani kejahatan berbasis teknologi ini sesuai dengan undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Langkah hukum akan diambil dengan tegas untuk melindungi masyarakat, terutama anak-anak dan perempuan dari kejahatan digital,” terangnya.
Selain penanganan hukum, edukasi dan peningkatan kesadaran publik menjadi fokus utama. “Orang tua dan pendidik harus terus diberi informasi mengenai bahaya kejahatan digital dan cara melindungi anak-anak dari ancaman tersebut,” pungkasnya. (suf/abd)