MANUSIA diciptakan bukan tanpa tujuan, pemahaman tentang tujuan hidup yang benar akan mengarahkan pada pola pikir dan tindakan-tindakan yang benar pula. Sebaliknya jika seseorang gagal dalam memahami tujuan hidup atau tujuan penciptaannya maka akan salah pula orientasi dalam menjalankan episode kehidupannya bahkan nauudzubillah akan jauh dari tempat kembali yaitu surga.
Al-Qur’an telah menjelaskan dengan gamblang tentang tujuan penciptaan manusia dalam QS Adz-Dzaariyaat ayat 56 : “Dan Aku(Allah) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku”. Pertama, sebagai manusia kita harus memahami dengan sebaik-baiknya bahwa tujuan diciptakannya manusia adalah untuk beribadah. Setelah paham bahwa tugas diciptakannya manusia adalah beribadah, kemudian yang kedua kita juga harus paham apa yang dimaksud ibadah dan bagaimana implementasinya dalam kehidupan.
Pada kenyataanya banyak yang memahami ibadah hanya pada wilayah amaliyah yang bersifat ritual khusus seperti shalat, puasa, haji dan semisalnya, sehingga selain itu bukan termasuk ibadah yang berimbas pada aktifitas yang sia-sia tidak bernilai ibadah.
Ulama banyak memberi definisi tentang ibadah, diantaranya menjelaskan bahwa ibadah adalah semua bentuk perkataan maupun perbuatan, baik yang tampak ataupun tersembunyi yang dicintai dan diridhoi Allah. Maka ulama membagi ibadah menjadi Mahdhah dan Ghairu Mahdhah.
Ibadah mahdhah adalah ibadah yang memang pada dasarnya disyariatkan lewat wahyu, bersifat tauqifiyah atau dilakukan jika ada dalil yang memerintahkan seperti shalat, puasa, haji dan sebagainya. Sedangkan ibadah ghairu mahdhah adalah perbuatan yang pada dasarnya bukan ibadah khusus namun berubah menjadi bernilai ibadah dikarenakan niat dan tata caranya.
Sebagai contoh makan, semua makhluk pasti membutuhkan makan yang membedakan adalah niat dan tata caranya. Jika niat makan hanya sekedar memenuhi kebutuhan perut maka apa bedanya dengan makhluk lain yang tidak berakal?. Bagi seorang muslim yang paham konsep ibadah, dia senantiasa meniatkan makan dalam rangka menegakkan tubuh agar bisa melaksanakan kewajiban dan mengejawantahkan nilai-nilai ubudiyah lainnya dalam kehidupannya.
Selain itu juga senantiasa menjaga kehalalan dan kethayyiban apa yang masuk dalam perutnya dan keluarganya serta memperhatikan tata caranya agar sesuai dengan yang diajarkan Nabi SAW. Ini baru contoh pada makan, belum pada amaliyah harian lainnya seperti tidur, memakai baju dan masih banyak lagi. Dengan niat dan tata cara yang benar maka perbuatan yang asalnya bukan ibadah bisa menjadi bernilai ibadah yang dicintai dan diridhai Allah.
Dengan memahami makna ibadah dan implementasinya maka sejatinya setiap aktifitas setiap muslim semuanya bisa bernilai ibadah yang berlimpah pahala. Kehidupannya berkutat pada ibadah baik ibadah mahdhah maupun ibadah ghairu mahdhah. Konsep kehidupan yang sesuai tujuan penciptaan seperti inilah yang hendaknya dipahami dan diamalkan setiap muslim serta terus ditanamkan kepada generasi setelahnya sehingga tidak terjadi disorientasi dalam kehidupan seorang muslim dan generasi setelahnya. (*)