PATI, Joglo Jateng – Cara berbeda dilakukan oleh Jaringan Masyarakat Peduli Sungai (Juwana) dalam memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Republik Indonesia (RI). Komunitas yang berisi para aktivis lingkungan ini mengadakan sejumlah kegiatan yang terbilang edukatif, untuk menjaga kelestarian sungai Juwana.
Kegiatan yang diselenggarakan di antaranya susur dan bersih-bersih sungai, lomba menggambar dan mewarnai di tepi sungai, rembug sungai atau diskusi soal sungai, serta upacara di tengah sungai. Serangkaian gelaran itu dilakukan dalam Festival Kali Juwana ke-5 yang digelar mulai Sabtu (27/7) hingga Sabtu (17/8) mendatang.
Festival Kali Juwana ke-5 ini bertajuk Mupakara Tirthakamandalu atau Menjaga Air Kehidupan. Tema ini diambil untuk mengajak semua pihak bersama-sama merawat Sungai Juwana.
“Kegiatan ini tujuannya menghidupkan kembali semangat kepedulian masyarakat terhadap Sungai Juwana. Karena sungai ini menjadi sumber kehidupan,” kata Juru Bicara Jampisawan Ari Subekti, belum lama ini.
Ia menuturkan, rendahnya kesadaran tentang lingkungan ini dibuktikan dengan hasil sampah dari bersih-bersih sungai di Dukuh Gilis Desa Sugiharjo Kecamatan Pati, beberapa waktu lalu. Sungai Gilis sendiri merupakan salah satu anak Sungai Juwana.
“Sungai Gilis menjadi salah satu penyumbang terbesar sampah Sungai Juwana. Ini aliran dari beberapa desa di sepanjang Sungai Gilis. Ketika musim hujan pasti sampah sampai menutupi permukaan sungai itu. Harapan kami bisa melihat masyarakat yang ada di sepanjang sungai ini, dari hulu sampai hilir bisa ikut menjaga,” tuturnya.
Selain bersih-bersih, juga diadakan susur sungai dengan mengajak berbagai elemen masyarakat dan instansi pemerintah terkait. Menurutnya, langkah ini bisa menumbuhkan jiwa kepedulian mereka terhadap ekosistem sungai.
Lantaran, ia menilai perlu ada gerakan bersama untuk menjaga kelestarian sungai yang juga dengan nama Silugonggo itu. Tak hanya pihak pemerintah, namun juga butuh kesadaran masyarakat.
“Selama ini kami melihat Kali Juwana masih menjadi tempat pembuangan sampah dan limbah industri. Kami berharap berangsur-angsur turun dan suatu saat nanti bisa hilang. Dukungan pemerintah yang punya kebijaksanaan maupun masyarakat,” terangnya.
Kemudian, ada juga Rembug Kali Juwana di Desa Kedungpancing, Kecamatan Juwana. Dengan tujuan ingin mengajak sejumlah pihak memberikan gagasan dalam menyelesaikan persoalan di Sungai Juwana.
“Eceng Gondok menjadi permasalahan utama bagi nelayan tradisional, karena mengganggu akses mereka ke laut. Termasuk limbah juga menjadi pembicaraan. Dalam rembug ini permasalahan kita masih bagaimana fungsi kali ini bisa dikelola dengan baik,” ujarnya.
Adapun hasil diskusi itu diharapkan akan menjadi ancuan dalam menyelesaikan persoalan di Sungai Juwana. Khususnya bagi pihak yang memiliki kewenangan seperti BBWS, Kementerian PUPR dan Pusdataru (Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air dan Ruangan Provinsi Jawa Tengah).
Tak hanya itu, dalam penyelenggaraan Festival Kali Juwana ini Jampisawan juga melibatkan anak-anak lewat lomba menggambar dan mewarnai di tepi Sungai Juwana, tepatnya di bawah Jembatan Sampang Jakenan. Lomba ini sengaja dilaksanakan di pinggir kali dengan tujuan memberikan edukasi kepada mereka tentang menjaga kelestarian sungai.
Pihaknya berharap, setelah lomba ini para peserta bisa paham pentingnya merawat sungai. Salah satunya tidak membuang sampah di sungai yang menjadi urat nadi bagi kehidupan manusia.
“Anak-anak harus tahu bagaimana memelihara lingkungan kali. Misalnya tidak membuang sampah ke kali dan tidak mendirikan bangunan di lokasi kali,” paparnya.
Sedangkan, puncak Festival Kali Juwana ke-5 ini nanti akan diadakan upacara di tengah Sungai Juwana pada 17 Agustus 2024. Upacara ini akan diikuti para penggiat lingkungan, mahasiswa, petani, nelayan dan juga pihak pemerintah setempat.(lut/sam)