KABUPATEN Pati tak hanya dikenal akan hasil buminya. Namun, juga banyak kesenian tradisionalnya. Tetapi, ada sebuah kesenian yang masih jarang diketahui, apalagi oleh generasi sekarang.
Namanya Mandailing atau yang lebih dikenal dengan nama Mandeling. Pertunjukan yang lahir di daerah pesisir Bumi Mina Tani ini merupakan gabungan antara berbagai kesenian. Yakni tari, suara, musik, dan drama.
Mandailing memiliki historis yang kuat karena menunjukkan jejak perdagangan di Nusantara. Kesenian ini menggambarkan pertemuan para pedagang dari berbagai bangsa dengan latar belakang yang berbeda.
Dalam ceritanya, ada tokoh-tokoh yang merepresentasikan bangsa Arab, Belanda, China dan Indonesia. Tokoh dari lintas agama ini bertemu saat hendak berdagang di Pulau Jawa.
Dalam pementasan cerita perdagangan masa lampau itu, diiringi dengan lagu-lagu khas melayu. Terkadang juga disisipi dengan pantun.
Salah satu kelompok Kesenian Mandailing yang masih eksis di Kabupaten Pati hingga kini, yaitu Sinar Buana dari Alasdowo, Kecamatan Dukuhseti. Para pemain kesenian ini tergolong lanjut usia. Meski begitu, mereka sangat antusias memainkan kesenian khas pesisir tersebut.
Salah satu pemain Mandailing, Sugiyanto (74) menceritakan, kesenian Mandailing sudah ada sejak tahun 1970 lalu. Kesenian ini sudah diajarkan turun temurun oleh orang-orang zaman dahulu. SBahkan, lagu yang dibawakan sesuai yang diajarkan. Seperti lagu Layang Tabik, Gembala Sapi, Turijal, Fatimah, Adek Suntaria. Sugiyanto awalnya mengagumi cerita dan lagu klasiknya itu dan kemudian ikut mementaskannya.
“Awalnya dulu saya suka lihat pentas Mandiling, kemudian diajak bergabung. Sudah ikut sejak 18 tahun,” kata dia.
Salah satu tim dari Sinar Buana, Suyoto menuturkan meski didominasi lagu, namun kesenian Mandailing menyisipkan cerita di dalamnya. Seperti tokoh Arab yang hendak menyebarkan agama Islam dan berdagang bertemu orang Tiongkok yang mau berjualan obat-obatan.
“Mereka hendak berdagang ke pulau Jawa dan di sana terjadi interaksi serta diisi dengan nyanyian dan dikemas dengan komedi,” tutur dia.
Ia mengungkapkan, para pemain Mandailing banyak yang sudah berumur. Pemain di kelompoknya rata-rata berusia 70 tahun. Meski sudah berumur, namun para pemainnya tetap bertahan karena ingin nguri-uri kesenian yang sudah lama terpendam.
“Biasanya kami main saat ada sedekah bumi. Kadang juga diundang saat ada orang hajatan,” pungkasnya. (lut/adf)