BANTUL, Joglo Jogja – Ratusan pekerja konstruksi yang tergabung dalam Aliansi Paguyuban Pekerja Bantul (AP2B) demonstrasi di depan kantor PT Merak Jaya Beton (MJB) dan Unit Layanan Pengadaan (ULP) atau Bagian Pengadaan Barang dan Jasa (BPJ) Bantul. Demonstrasi ini dilatarbelakangi dugaan penundaan jadwal tender oleh BPJ. Penundaan tender barang dan jasa ini disinyalir sebab adanya “cawe-cawe” PT MJB
Penundaan tender yang diduga tidak sesuai jadwal ini dinilai berdampak negatif terhadap penyerapan tenaga kerja. Akibatnya, banyak pekerjaan yang harus diselesaikan secara tergesa-gesa dan hasilnya tidak maksimal. Kondisi ini membuat para pekerja khawatir akan kualitas hasil akhir proyek dan kesejahteraan keluarga mereka menjadi terganggu karena sangat bertentangan degan nilai-nilai kearifan lokal warga Bantul
“Kami terpaksa bekerja dengan waktu yang sangat terbatas dan itu memengaruhi kualitas pekerjaan kami. Kami ingin pihak terkait, dalam hal ini ULP, segera menuntaskan masalah ini agar kami bisa bekerja dengan lebih baik,” ujar Endik selaku Korlap Aksi ditemui Rabu (21/8).
Kuasa hukum AP2B Musthafa menyampaikan hal serupa terkait adanya penunda tender oleh ULP/BPJ yang indikasinya ada cawe-cawe MJB. Bahkan pihaknya juga mengklaim menemukan dugaan ekspansi MJB untuk menguasai proyek yang ada di Bantul.
Selain itu, dia menyebut, penundaan tender ULP ini melanggar PP No 16 Tahun 2018. Terutama secara eksplisit pada pasal 7 ayat 1, bahwa ULP dalam pengadaan barang dan jasa harus transparan, adil, dan tepat waktu.
“Jika indikasi ULP menunda atau tidak menayang tender atas faktor kesengajaan, itu patut diduga untuk menguntung pihak tertentu atau merugikan negara. Itu masuk dalam kategori undang-undang tindak pidana korupsi. Yaitu UU No 31 Tahun 1999 junto UU No 20 Tahun 2021,” terang Musthafa.
Menurutnya, indikasi ingin menguasai proyek di Bantul oleh MJB ini mencederai nilai moral dan kearifan lokal di Bantul. Yang sewajarnya pemda lebih mempertimbangkan perusahaan lokal alih-alih perusahaan luar.
“Dan itu sudah di pertegas di Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018. Di situ di jelaskan bahwasanya pemda dapat mempertimbangkan aspek-aspek lokalitas. Harusnya pemda memaksimalkan potensi putra daerah langsung,” jelas Musthafa.
Sementara itu, Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa (BPJ) Kabupaten Bantul Pambudi Arifin Rakhman mengatakan, proses pengadaan barang dan jasa yang ada di BPJ sudah sesuai dengan prosedur. Dia pun menepis adanya perusahaan yang mengintervensi BPJ.
“Dalam proses pengadaan kami sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku, semua penyedia diberikan kesempatan yang sama. Karena sekarang semua sudah by aplikasi. Jadi semua bisa ikut dalam proses pengadaan barang dan jasa,” terangnya.
Pihaknya juga menepis adanya penundaan proyek atau tender yang dilakukan pada akhir tahun. Sejauh ini, dari 137 paket pengadaan, BPJ telah menyelesaikan sebanyak 84 paket.
Dengan itu, BPJ ingin menyampaikan, bahwa tidak ada penundaan yang mereka lakukan. Adapun, paket ini memang tidak bisa dikerjakan secara berbarengan sebab keterbatasan SDM dan lebih khusus lagi mendahulukan skala prioritas.
“Seperti misalnya DAK (dana alokasi khusus) harus dibatasi waktunya untuk kontrak. Sehingga kemarin di awal tahun banyak DAK dan program strategis lainnya. Jadi tidak ada penundaan di belakang, tapi memang prosesnya masih berjalan. Insyaallah dengan waktu yang ada bisa selesai semua,” jelasnya. (nik/ree)