SEMARANG, Joglo Jateng – Ribuan mahasiswa dari berbagai universitas di Semarang menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor DPRD Jawa Tengan, Kamis (22/8/24). Para mahasiswa ini turun ke jalan untuk memprotes langkah DPR RI dan pemerintah menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70//PUU-XXII/2024, terkait ambang pencalonan dan batas usia calon kepala daerah dalam Pilkada.
Pantauan Joglo Jateng, sekira 11.30 massa aksi tiba di Jalan Pahlawan. Terlihat para mahasiswa ini berasal dari sejumlah universitas. Seperti UIN Walisongo, Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Universitas Negeri Semarang (Unnes), dan lainnya.
Mereka membawa spanduk dengan beragam tulisan. Di antaranya ‘Bunuh Penguasa, Adili Jokowi!’, ‘Rakyat Mlarat Jokowi Konglomerat’, dan lain sebagainya.
Diketahui aksi ini digelar untuk menolak kesepakatan rapat Panja Baleg DPR Rabu (21/8) kemarin, karena dinilai bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi pada Selasa (20/8).
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Farid Darmawan mengatakan, aksi ini menjadi bentuk perlawanan mahasiswa dan masyarakat sipil atas upaya DPR RI yang melawan konstitusi dengan mengabaikan putusan MK dalam revisi UU Pilkada. Terlebih hari ini DPR akan mengesahkan revisi UU Pilkada tersebut.
“Kami mendesak DPR RI untuk tidak melakukan pengesahan RUU Pilkada. Jika RUU disahkan, pihaknya menggaungkan boikot Pilkada serentak 2024. Kedua, kami mendesak KPU untuk menindaklanjuti putusan MK yang mana putusan MK bersifat final dan mengikat, tidak ada hukum lain yang lebih tinggi, itu di putusan nomor 60 dan putusan nomor 70,” beber dia.
Ia mengaskan bahwa gerakan ini menolak segala bentuk praktik nepotisme dan politik dinasti dalam keberlangsungan demokrasi di Indonesia. “Keempat kami menuntut penjabat negara untuk tidak mencederai marwah hukum dan melakukan pembangkangan terhadap konstitusi demi golongan tertentu,” tegasnya.
Massa aksi bergantian menyampiaikan aspirasinya di atas mobil komando. Aparat kepolisian pun menyambut dengan baik untuk mengawal aksi itu. “Silahkan sampaikan aspirasi dengan baik, tetap taati apa yang menjadi kewajiban rekan-rekan semua,” seru aparat kepolisian.
Semula aksi berjalan dengan kondusif, sampai akhirnya pada pukul 12.00, massa berlahan bergeser ke pintu gerbang utara kantor DPRD Jateng. Di sana para mahasiswa menjebol gerbang dan membuangnya ke saluran air di sekitar lokasi.
Massa aksi terus mendesak masuk ke kantor DPRD Jateng, aksi itu berlangsung cukup sengit. Terlebih setelah salah satu mahasiwa diamankan oleh aparat kepolisian masuk ke kantor DPRD Jateng.
Massa terus meminta untuk masuk. Mereka mulai melempar berbagai benda yang ada di sekitarnya, seperti botol, batu hingga kayu. Tepat pukul 13.15 polisi akhirnya menyemprot water cannon dan menembakkan gas air mata ke massa aksi.
“Jangan dorong-dorong kami, tetap berada digaris pintu. Water cannon menyala,” tegas aparat kepolisian.
Terpisah, Kuasa Hukum Massa Aksi, Arif Samsudin menyampaikan bahwa dalam aksi ini ada sebanyak 26 mahasiswa harus dilarikan ke Rumah Sakit (RS) Roemani Semarang. Pasalnya para mahasiswa itu sesak nafas akibat terkena gas air mata.
“Sebanyak 16 mahasiswa pingsan dan sesak nafas kami bawa ke RS Roemani, satu di antaranya luka di hidung dan harus dijahit. Sebagian luka-luka dan lainnya masih kita sisir,” katanya saat dikonfirmasi Joglo Jateng setelah aksi melalui sambungan telepon.
Menurutnya, massa aksi berencana untuk masuk ke halaman gedung DPRD Jateng. Mereka ini menggelar aksi simbolik untuk menyegel DPRD, kemudian membuat sidang rakyat di sana. Namun niat tersebut tak diindahkan oleh aparat kepolisian.
“Rencana dari massa aksi adalah kita ingin masuk ke halaman gedung DPRD dan kita mengadakan aksi simbolik untuk menyegel DPRD dan aksi ini sebagai bentuk bahwa hati nurani DPR telah mati kemudian tidak ada keberpihakan kepada rakyat. Setelah itu kita ada rencana untuk bikin sidang rakyat di situ,” jelasnya.
Arif mengaku bahwa massa aksi memanas karena ada salah satu mahasiwa yang dibawa masuk paksa oleh aparat. Diketahui mahasiwa tersebut berasal dari Unnes.
“Awalnya mahasiswa ini masuk secara damai, massa aksi jongkok kita pingin masuk gitu tapi kemudian dihalang-halangi oleh polisi, sampai akhirnya kita (massa aksi) bisa masuk dan di situlah ada satu orang diciduk sama polisi yang sekarang kita sekarang masih coba tracking bagaimana kondisinya,” tandasnya. (luk/gih)