SEMARANG, Joglo Jateng – Usai aksi demo yang dilakukan oleh ribuan massa di depan Balai Kota Semarang pada Senin (26/8/2024) lalu, 35 korban harus dirujuk ke sejumlah rumah sakit (RS). Berdasarkan data yang dihimpun oleh Tim Kuasa Hukum Gerakan Rakyat Melawan (Geram), mereka mendapatkan perawatan di RS Hermina, RS Wiratama TNI, RS Islam Sultan Agung, RS Elisabeth, dan beberapa RS lainnya di Ibu Kota Jawa Tengah.
Tim Paramedis Geram, Martha mengukapkan, pada Selasa (27/8/2024) malam sebagian besar korban yang dirawat di RS sudah diperbolehkan pulang. Namun, sisanya masih membutuhkan perawatan lebih intens dari pihak rumah sakit.
“Belum terhitung lagi korban yang kami tangani langsung di lapangan karena kami tidak sempat menghitung karena banyaknya korban yang berjatuhan dan situasi yang sudah crowded (penuh sesak, Red.),” ucapnya saat dikonfirmasi Joglo Jateng.
Lebih lanjut, ia menceritakan, kronologi dari aksi demo pada Senin (26/8/2024). Pada awalnya, tim aksi hendak melakukan demo di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah atau DPRD Jawa Tengah. Akan tetapi setelah dikabari oleh masa aksi yang sudah sampai di lokasi, ternyata akses yang dipakai menuju DPRD Jateng dan sejumlah titik posko kesehatan yang sudah tertutup.
Adapun beberapa titik lokasi posko kesehatan yang sudah ditetapkan oleh Tim Medis Geram, antara lain Posko 1 di daerah SMA N 1 Semarang dan SMK N 4 Semarang. Sedangkan, posko 2 berada di dekat Gedung Bank Indonesia.
“Sehingga tidak memungkinkan kami untuk melakukan aksi di titik demo yang sudah disepakati atau menjalankan aksi sesuai konsolidasi kami. Akhirnya kami memutuskan untuk menggeser titik aksi di Balai Kota Semarang,” jelasnya.
Sekitar pukul 15.00, kata Martha, beberapa kawan aksi sudah sampai di Balai Kota Semarang dan menunggu massa lainnya dari berbagai macam elemen. Termasuk para mahasiswa dan pelajar SMK dari berbagai daerah.
“Sedangkan kawan aksi yang sudah sampai di DPRD Jateng disuruh mundur. Setelah itu, baru aksi dimulai sesuai rencana dengan mengadakan orasi, panggung rakyat dan sebagainya,” ujarnya.
Beberapa saat kemudian, tim aparat kepolisian mulai melakukan tindakan kekerasan terhadap masa aksi yang mencoba merusak gerbang balai kota. Sebagian ada yang dipukul, dicekik, terkena gas air mata, ditangkap oleh orang yang diduga intel hingga ditembak dengan senapan karet.
Sebelum pukul 17.00, lanjut Martha, dari tim paramedis sudah menemui banyak korban yang berjatuhan. Sebagian di antara mereka mendapati luka-luka, sesak napas, kelelahan dan sebagainya. Hal ini diakibatkan oleh tindakan represif dari aparat kepolisian selama aksi demo berlangsung. Seketika, tim paramedis langsung segera menolong mereka dengan berbekal perlengkapan medis yang sudah disiapkan sebelumnya.
“Padahal kami sudah mengirimkan surat pemberitahuan (sebelum aksi, Red.). Tetapi malah kami seakan-akan diperangi oleh mereka (aparat kepolisian, Red.) dari pukul 17.30 hingga evakuasi selesai,” ungkapnya.
Selama proses mitigasi dan evakuasi berlangsung, dirinya merasa kesulitan karena sempat kehabisan barang-barang logistik. Seperti obat-obatan dan perlengkapan medis lainnya. Sedangkan, apotek di sekitar titik aksi tutup dan jumlah ambulance yang datang sangat terbatas.
Sementara itu, Perwakilan dari LBH Semarang, Tuti Wijaya menambahkan dari tindakan represif dari aparat kepolisian yang menembakkan gas air mata tersebut, juga mengakibatkan anak-anak TPQ yang sedang mengaji di masjid jadi terkena imbasnya. Sehingga, mereka harus menggunakan masker dan berlindung diri untuk sementara waktu sampai aksi demo berakhir.
“Mereka (anak-anak, Red.) juga ikut jadi korban akibat terkena gas air mata yang bertubi-tubi dari aparat kepolisian pada saat itu. Aparat kepolisian seakan-akan tidak memperdulikan sekitar saat menembakkan gas air mata. Tak hanya itu, gas air mata itu juga diledakkan di salah satu mal yang mana itu juga banyak pengunjung yang berada di sana. Itu menjadi salah satu catatan bagi aparat kepolisian,” tegasnya. (int/adf)