Dipaksa Jadi Scammer di Myanmar sejak Awal 2023, Keluarga Korban TPPO Lapor ke Polda Jateng

FOTO BERSAMA: Pendamping Hukum LBH Semarang Tuti Wijaya bersama ibu kandung korban Eko (nama samaran) asal Semarang sebelum memberikan berkas laporan ke pihak kepolisian di Kantor Polda Jawa Tengah Jalan Pahlawan No.1, Kelurahan Mugassari, Kecamatan Semarang Selatan, Rabu (11/9/24). (DOK. PRIBADI/JOGLO JATENG)

SEMARANG, Joglo Jateng – Eko (nama samaran), seorang warga Kota Semarang diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Myanmar. Keluarganya telah melaporkan kasus ini ke Kepolisian Daerah Jawa Tengah, Rabu (11/9/24).

Pelaporan tersebut dilakukan karena Eko masih bekerja secara paksa sebagai penipu online sejak awal 2023 lalu. Sementara pemerintah Indonesia belum bisa memulangkannya ke kampung halaman sampai saat ini.

Penasihat Hukum LBH Semarang, Tuti Wijaya mengungkapkan, aparat kepolisian juga tak kunjung menangkap pelaku sindikat perdagangan orang yang diyakini masih berkeliaran. Tak menutup kemungkinan juga di wilayah Jawa Tengah.

“Korban asal Semarang, Eko ini menjadi satu dari puluhan, bahkan ribuan orang yang menjadi korban TPPO dan perbudakan di perusahaan penipuan online di Myanmar. Sejak awal tahun 2023, ia berangkat ke Myanmar karena adanya tawaran pekerjaan sebagai karyawan gudang pabrik pengecoran di Thailand dari sebuah iklan peluang kerja di Facebook,” ucap Tuti saat dikonfirmasi Joglo Jateng.

Baca juga:  Agustina-Iswar Siap Belanja Masalah di Pasar Tradisional

Namun, kata dia, setelah mengikuti rangkaian mekanisme perekrutan, para korban dipaksa menjadi online scammer. Hingga saat ini, Eko bersama korban lainnya tidak dipulangkan dan dipaksa terus bekerja selama lebih dari 18 jam sebagai online scammer di bawah ancaman kekerasan.

“Para korban juga mengalami kesulitan menghubungi keluarga secara langsung karena alat komunikasi juga KTP dan paspor korban di rampas. Sehingga membuat korban juga kesulitan mengakses pertolongan ke Kemenlu atau KBRI di Myanmar dikarenakan lokasi tempat bekerja merupakan wilayah konflik yang dikuasai kelompok bersenjata. Setiap hari para korban diawasi secara ketat oleh petugas perusahaan dengan persenjataan lengkap,” jelasnya.

Baca juga:  Gerindra se-Jateng Bersama Cakada yang Diusung Sinkronisasikan Pemenangan Luthfi-Yasin

Di tengah terbatasnya akses komunikasi, lanjut Tuti, Eko memberanikan diri untuk menyampaikan situasi tidak manusiawi yang dialami selama di Myanmar. Video-video singkat dari korban yang tersebar di berbagai media telah menunjukkan adanya kondisi darurat yang seharusnya direspon cepat oleh Negara.

“Namun hingga saat ini belum terlihat adanya upaya serius dari negara. Berdasarkan informasi yang diterima keluarga korban, selama bekerja di Myanmar, Eko mengalami kekerasan fisik berupa pemukulan hingga disetrum. Informasi ini disampaikan Eko setelah dapat meminjam ponsel sesama korban yang berhasil membawa ponselnya ke lokasi kerja paksa,” ungkapnya.

Melalui laporan ini, ia bersama keluarga Eko mendesak agar kepolisian segera melakukan penyidikan dan penyelidikan kasus yang menimpa anaknya. Tuti berharap, agen perekrut segera ditangkap, dan Eko bisa segera dipulangkan.

Baca juga:  Mahasiswa Udinus Jadi Korban Pembacokan

Sementara itu, Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto menyampaikan, pihaknya telah menerima pelaporan kasus TPPO dari penasihat hukum keluarga Eko. Setelah ini, pihaknya akan melakukan pemeriksaan sekaligus menindaklanjuti lebih dalam soal kasus ini.

Artanto pun mengimbau kepada masyarakat, untuk tidak berpikiran pendek saat menemukan lowongan kerja di luar negeri di media sosial. Terlebih lagi, perekrut juga menjanjikan gaji yang besar.

“Harus cek ricek dan ditelusuri jangan terbuai oleh gaji yang besar. Jangan tertipu oleh janji-janji brokernya dan perlu banyak bertanya kepada ahlinya, mungkin Disnaker (Dinas Tenaga Kerja, Red.),” imbaunya. (int/adf)