KOMUNITAS Bonsai Kudus (Koboku), yang saat ini memiliki 32 anggota terus berkembang dan menjaga keaktifan dalam kegiatan rutin, seperti diskusi serta pameran bonsai. Komunitas ini rutin mengadakan event setiap tahun dan juga berpartisipasi dalam berbagai acara di luar kota.
“Kami tidak hanya berdiskusi, tetapi juga membentuk bonsai mulai dari pembibitan hingga pembentukan ranting dengan menggunakan kawat. Tujuan akhirnya adalah menciptakan pohon bonsai yang tampak seperti pohon besar di alam liar, bedanya pohon yang dibuat-buat dengan kreasi sendiri,” ujar salah satu anggota Koboku, Karyono saat ditemui di acara pameran bonsai Lapangan Besito, Kecamatan Gebog, beberapa waktu lalu.
Koboku berada di bawah naungan Persatuan Penggemar Bonsai Indonesia (PPBI) dan telah mengantongi izin resmi setelah memenuhi persyaratan dari PPBI. Komunitas ini juga masuk dalam agenda tahunan Kabupaten Kudus dan terus aktif menyelenggarakan pameran. Pada tahun 2019, Koboku sukses mengadakan event di Gondangmanis, dan pada Mei lalu event di Desa Mijen, Kecamatan Kaliwungu.
Pameran-pameran tersebut tidak hanya menjadi ajang unjuk kreativitas, tetapi juga menjadi tempat bagi anggota komunitas untuk memasarkan bonsai mereka. Bahkan, bonsai hasil karya anggota Koboku telah menarik perhatian warga asing, termasuk dari Korea. Setiap bulan, komunitas ini mampu menjual minimal 10 bonsai ke pasar lokal dan internasional.
Jenis bonsai yang paling diminati antara lain pohon anting putri, serut, jambu krikil, mustam, dan cemara. Semua bonsai ini diproses dengan teknik khusus seperti pembentukan ranting menggunakan kawat atau dipahat dengan teknik tanoki.
Menurut Karyono, perawatan bonsai memerlukan perhatian ekstra. Termasuk penyiraman setiap hari serta pergantian media dan pupuk setiap enam bulan sekali.
Komunitas Koboku juga memiliki sanggar yang berlokasi di Perumahan Sukun, Kecamatan Gebog, dan telah berdiri sejak 2018. Mereka aktif mengadakan pelatihan bulanan, setiap minggu pertama, yang diikuti oleh seluruh anggota. Selain itu, pelatihan dari Kabupaten Kudus maupun Dinas Pertanian dan Dinas Pariwisata diadakan setiap tiga bulan sekali.
“Kami juga memiliki lahan khusus untuk budi daya tanaman bonsai, mulai dari pembibitan hingga teknik cangkok. Tantangan terbesar kami adalah membentuk bonsai dari bahan pohon yang baru diambil dari alam atau pekarangan agar hasil akhirnya terlihat semaksimal mungkin,” tuturnya.
Di Kudus sendiri, terdapat sekitar 10 komunitas bonsai, namun sementara ini hanya Koboku yang berbadan hukum. Komunitas ini terus berkembang dari kesamaan hobi dan kecintaan terhadap bonsai. (cr3/adf)