Jepara  

2 Perusahaan Tambang Pasir di Jepara Masih Berizin

SUASANA: Pesisir Pantai Bandengan, Kecamatan Jepara, Minggu (29/9/24). (LIA BAROKATUS SOLIKAH/JOGLO JATENG)

JEPARA, Joglo Jateng – Pemerintah pusat kembali membuka izin ekspor pasir laut. Meski, Kabupaten Jepara tidak masuk dalam dokumen perencanaan pengelolaan hasil sedimentasi di laut oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, namun masyarakat pesisir Jepara mulai pasang kuda-kuda.

Pasalnya, saat ini, terdapat dua perusahaan yang masih memiliki izin aktivitas operasi produksi pesisir besi di Kabupaten Jepara yaitu, CV Guci Mas Nusantara dan PT Pasir Rantai Mas. Hal tersebut berdasarkan data dari portal: https//geoportal.esdm.go.id, milik Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).

Bahkan, perizinan dari PT Pasir Rantai Mas masih berlaku hingga Desember 2026, dengan Izin Usaha Pertambahan (IUP) dan SK Nomor 540/001/IUP-OP/BBPT/XI/2009. Operasi produksi perusahaan ini mencapai 200 hektare, dengan komoditas pasir besi yang berlokasi di Desa Bumiharjo, Kecamatan Keling.

Baca juga:  Ratusan Atlet Karate Jepara Unjuk Ketrampilan di Popda Kabupaten

Sedangkan, CV Guci Mas Nusantara tidak tertera spesifikasi izin operasi sampai kapan. Tetapi, dari website menunjukkan komoditi pasir besi dengan jumlah logam sebanyak 35.509 ton.

Menanggapi ihwal tersebut, Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Jepara, Heri Yulianto membenarkan jika terdapat dua perusahaan tambang yang memiliki izin operasional di Kabupaten Jepara. Menurutnya, dengan adanya pemberlakuan izin tersebut, dimungkinkan operasi pertambangan di Jepara masih terjadi.

“PT Pasir Rantai Mas memiliki izin dari tahun 2010-2026. Secara izin, mereka masih memberlakukan penambangan. Tapi, kalau ini dilakukan, secara regulasi Pemkab Jepara akan mengawasi betul. Terutama cara menambang, alat yang digunakan, dan spesifikasi lainnya,” terang Heri sapannya saat ditemui di kantornya, belum lama ini.

Baca juga:  Ketua Sementara DPRD Jepara Apresiasi Kerja KPU dalam Rekapitulasi DPT

Pihaknya menyebut, apabila penambangan yang dilakukan berjalan sesuai dengan prosedur, maka tidak dapat merusak lingkungan. Sebab, izin yang dikeluarkan sudah melakukan kajian yang mendalam.

Kemudian, penambangan yang menimbulkan konflik dengan warga setempat, kata Heri, biasanya dipicu oleh operasional perusahaan yang tidak sesuai prosedur dan aturan. Hal ini memberikan efek domino. Sehingga, dampaknya ekosistem di lingkungan tersebut rusak.

“Kalau izin tersebut sesuai dengan ketentuan, pasti dampaknya tidak merusak lingkungan. Karena, izin yang dikeluarkan pasti sudah ada kajian sebelumnya,” paparnya.

Disahkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26/2023 memungkinkan perusahaan-perusahaan tersebut bisa saja kembali melakukan aktivitas penambangan. Yaitu, dalam pasal 9 PP 26/2023 disebutkan bahwa pemanfaatan hasil sedimentasi laut diperbolehkan untuk beberapa kepentingan, yaitu reklamasi dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha, serta ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Baca juga:  DPRD Jepara Terima Penyusunan Perubahan KUA-PPAS TA 2024

Menilik data yang dihimpun oleh Joglo Jateng, konflik yang terjadi oleh warga setempat akibat pertambangan sudah beberapa kali terjadi. Pada 2013, konflik antar warga dengan PT Guci Mas Nusantara. Pada 2018, terjadi lagi konflik antar warga dengan PT Pasir Rantai Mas akibat penambagan pasir besi. Kemudian, pada 2021 rencana pembangunan pasir laut untuk proyek strategis nasional Jalan Tol Semarang-Demak juga ditolak warga Balong, Kecamatan Kembang. (cr4/gih)