SEMARANG, Joglo Jateng – Pasangan Calon (Paslon) Gubernur-Wakil Gubernur diperbolehkan kampanye di lingkungan Kampus. Adapun kampanye yang dilakukan adalah berupa penyampaian visi dan misi dalam bentuk diskusi tanpa membawa alat peraga kampanye (APK). Aturan ini tertuang dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 65/PUU-XXI/2023 tentang diperbolehkannya kampanye di tempat pendidikan.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Jawa Tengah, Haerudin menyampaikan mekanisme terkait kebijakan ini. Yaitu pelaksanaan kampanye hendaknya diselenggarakan oleh pihak kampus dengan mengundang paslon untuk hadir.
“Kampus itu boleh jadi lokus (lokasi khusus, Red.) kampanye. Tetapi sebaiknya itu kampus yang mengundang,” katanya saat dikonfirmasi Joglo Jateng, Minggu (6/10/24).
Menurutnya, hal ini menjadi penting. Karena jika begitu pihak kampus dinilai sudah siap secara internal saat mengundang paslon. Sebaliknya, apabila pelaksanaan kampanye atas inisiatif dari paslon, Haerudin khawatir kampus belum siap atas dinamika yang berkembang.
“Memberikan pemahaman bahwa ketika kampus yang mengundang, artinya kampus sudah siap dengan kondisi internalnya. Tetapi kalau nanti inisiatif itu dari penyelenggara atau dari katakanlah paslon, khawatirnya kampus belum siap untuk itu. Tetapi kalau kampus yang mengundang, kampus itu sudah siap untuk menghadapi dinamika yang berkembang di kampus,” bebernya.
Adapun mekanisme kampanye paslon diserahkan sepenuhnya kepada kampus. Haeruddin menyebut, pihak kampus boleh mengundang paslon untuk hadir secara bersamaan maupun satu per satu. Namun, Haeruddin menegaskan kedua paslon, baik Andika Perkasa-Hendrar Prihadi maupun Ahmad Luthfi-Taj Yasin Maimoen harus diundang.
“Secara bersamaan boleh, satu satu boleh, prinsipnya dua-duanya diundang secara bersamaan boleh, satu satu juga boleh. Secara prinsip masalah bersamaan atau satu satu itu kan teknik,” tegasnya.
Lebih lanjut, bentuk kampanye di kampus yang diperbolehkan menurutnya adalah penyampaian visi misi melalui diskusi, dan bukan dalam bentuk debat. Sebab untuk debat telah dilakukan oleh pihak penyelenggara atau Komisi Pemilihan Umum (KPU) daerah.
“Bentuknya penyampaian visi misi seperti diskusi. Kalau debat kan sudah ada jadwalnya sendiri, jadi lebih pada penyampaian visi misi,” tandasnya. (luk/adf)