SEMARANG, Joglo Jateng – Menteri Sosial (Mensos), Syaifullah Yusuf masih mengkaji strategi penyaluran bantuan sosial (bansos) untuk para pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal ini merujuk bada jumlah korban PHK yang semakin meningkat tiap tahunnya, tak terkecuali di Jawa Tengah (Jateng).
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Jateng, Imam Maskur menjelaskan bila kebijakan pemberian bansos bagi pekerja PHK sepenuhnya menjadi wewenang pusat. Meski demikian, sampai saat ini, pihaknya belum menerima ajakan untuk membahas terkait hal tersebut.
“Kebijakan pemberian bansos (PHK, Red.) itu sepenuhnya tanggung jawab dari Kemensos. Yang menetukan alokasi mereka. Pengajuannya dari hasil verifikasi-validasi 35 kabupaten/kota. Tetapi sampai sekarang belun ada surat tindak lanjut. Kami juga belum diajak komunikasi maupun rapat koordinasi,” kata Imam kepada awak media, baru-baru ini.
Terkait adanya perbedaan data PHK dari Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jateng mengenai angka PHK, Maskur tak bisa menjelaskan secara pasti. Namun ia menyampaikan, data bansos bagi pekerja PHK akan diambil dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
“Kami juga belum dapat by name by anddres-nya. Tapi kami akan coba komunikasi dengan Kemensos,” akunya.
Meski bansos bagi pekerja PHK menjadi ranah Kemensos, lanjut Maskur, Pemprov Jateng memiliki program Kartu Jateng Sejahtera (KJS) bagi masyarakat di 35 kabupaten/kota. Namun, program ini dikhususnya hanya untuk masyarakat lanjut usia (lansia) yang sudah tidak produktif.
“Misal lansia 70 tahun, disabilitas berat, itu masuk kriteria KJS. Tahun ini alokasinya 12.764. Sampai saat ini sudah cair sampai Agustus. (Per individu, Red.) Rp 370 ribu per bulan dengan pencairan 3 bulan sekali,” tutupnya. (luk/adf)