JEPARA, Joglo Jateng – Link pendaftaran bantuan sosial (bansos) berkeliaran di dunia maya. Dinas Sosial Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dinsospermades) Kabupaten Jepara menyatakan bahwa link bansos tersebut adalah palsu.
Beredarnya link pendaftaran penerima bansos palsu itu menyerbu ke berbagai media sosial (medsos), seperti WhatsApp hingga Telegram. Penerima pesan diminta mengisi kolom identitas dalam link tersebut.
Adapun salah satu link pendaftaran penerima Bansos, di antaranya adalah https://bansos-indonesia.vercel.app/daftar8. Kepala Dinsospermades Jepara Edy Marwoto menyampaikan bahwa link tersebut bukan dari pemerintah.
“Kabupaten, provinsi, hingga kementerian belum ada release resmi ihwal pendaftaran penerima bansos melalui link tersebut. Tidak tahu dari mana link itu berasal,” ujar Edy Marwoto kepada Joglo Jateng, Rabu (16/10/24).
Karena tidak mengetahui betul, pihaknya menginstruksikan kepada stakeholder untuk menindaklanjuti asal muasal link. Karena ia menduga, barangkali dari suatu organisasi tertentu yang kemudian membantu mengajukan.
Edy menceritakan, sebelum ini terdapat kejadian suatu Non Governmental Organization (NGO) mendata beberapa masyarakat demi keperluan pendaftaran bansos. Padahal, rekomendasi tetap dari Dinsospermades.
“Mekanisme pengajuan bansos, yang terpenting harus masuk terlebih dahulu di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Baru kemudian bisa ke Usung Sanggah Bansos atau Siks-NG. Dan rekomendasi dari kami,” ujar dia.
Namun karena belum ada kejelasan ihwal link yang beredar di Medsos, Edy mengkhawatirkan apabila praktek itu ternyata upaya peretasan serta pencurian data masyarakat. Sehingga ia menghimbau kepada warga Jepara untuk berhati-hati.
Pihaknya menyarankan, warga yang ingin mendaftar sebagai penerima bansos, supaya menuju Pemerintah Desa (Pemdes). Di sana sudah ada operator desa (Opdes) yang menjalankan fungsi sebagai pendaftaran penerima bansos resmi.
“Paling mudah ketemu Opdes, sudah disiapkan SDM PKH, TKSK, itu yang paling terjamin daripada mendaftar ke link yang tidak jelas, malah berbahaya bagi masyarakat, khawatirnya data disalahgunakan,” pungkasnya. (map/gih)