SEMARANG, Joglo Jateng – Ratusan buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Jawa Tengah (ABJAT) melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah, Kamis (31/10/24). Aksi unjuk rasa ini merupakan pengawalan penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2025. Mereka meminta kenaikan upah minimal 10 persen di tiap kabupaten/kota.
Ratusan buruh tersebut tiba di sepanjang Jalan Pahlawan sekitar pukul 11.30. Kedatangan mereka langsung disambut oleh puluhan aparat kepolisian yang berbaris mengamankan aksi unjuk rasa.
“Aksi kali ini terkait judical review UU Cipta Kerja, uji materiil yang tadi dibacakan mulai jam 10.00 WIB itu serentak seluruh Nasional, pengawalan ini karena memang hari ini (Kamis, Red.) diputuskan makanya kita kawal,” kata Sekretaris KSPI Jateng, Aulia Hakim di sela aksi unjuk rasa.
Selain mengawal judical review, lanjut Aulia, aksi kali juga untuk mengawal keputusan kenaikan UMP Jateng 2024. Para buruh Jawa Tengah menuntut kenaikan baik UMP maupun UMK minimal di angka 10 persen.
KSPI Jateng sangat berharap Pj Gubernur bisa mengambil keputusan sesuai hati nurani. Mengingat, UMP buruh di Jawa Tengah paling rendah se-Indonesia.
“Buruh Jateng saat ini upahnya sangat kecil, apalagi Banjarnegara, cuma Rp 2 juta loh, sampai-sampai jadi candaan, menyakitkan, pak Nana harus pahami,” sambungnya.
Lebih lanjut, KSPI juga berharap Pj Gubernur Jateng bisa membuat gebrakan seperti saat penetapan UMP 2024 lalu. Yakni saat Kota Semarang dan Kabupaten Jepara kenaikan UMK-nya tidak memakai PP 51/2023.
“Waktu itu Jepara naik 8 persen dan Kota Semarang 6 persen. Walaupun itu digugat Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia, Red.) tetapi nyatanya menang karena itu tidak melanggar menurut kami. Nah semoga tahun ini bisa mengulang dan memiliki keberanian sama. Sehingga di akhir masa jabatannya, Pak Nana meninggalkan yang baik untuk teman-teman buruh,” harapnya.
Diberitakan sebelumnya, Pj Gubernur Jateng, Nana Sudjana mengatakan penghitungan UMP 2025 rencananya akan ditetapkan paling lambat 21 November 2024. Sementara UMK 2025 akan ditetapkan paling lambat 30 November 2024.
Menurut Nana, baik buruh, pengusaha, maupun pemerintah merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan. Komunikasi menjadi penting agar semua permasalahan pada sektor ketenagakerjaan dapat dicarikan solusi dan diselesaikan secara baik-baik.
“Pekerja tanpa pengusaha tidak akan jalan, pengusaha tanpa pekerja juga tidak akan jalan. Saling membutuhkan. Maka peran pemerintah adalah menjaga keseimbangan,” ujar Nana.
Terkait dengan upah minimum provinsi, akan ditetapkan berdasarkan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Tengah dan rekomendasi bupati/wali kota. Regulasi yang digunakan berdasarkan PP 51/2023.
“Formula perhitungan upah minimum mempertimbangkan beberapa variabel, yaitu pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan alfa dari indeks tertentu. Ada rumus yang sudah disiapkan,” pungkasnya. (luk/adf)