KUDUS, Joglo Jateng – Kedapatan dua wali Sunan Muria dan Sunan Kudus, membuat Kabupaten Kudus menjadi jujugan santri-santri yang ingin belajar mengaji. Makin ramainya santri-santri yang masuk dan belajar ilmu agama di Kudus seiring dengan banyaknya pondok pesantren yang berdiri dari tahun ke tahun.
Oleh sebab itu, guna mendorong pesantren untuk meningkatkan kualitas pendidikan, tata kelola administrasi, dan peningkatan sumber daya, Pemerintah Kabupaten Kudus di bawah inisiasi Penjabat Bupati Kudus, M Hasan Chabibie menjalankan program Sambang Santri.
Program yang dijalankan sepekan sekali ini telah menyasar ke beberapa pesantren. Mulai dari Ponpes Elfath El-Islam, Ponpes Putri Duta Aswaja, Pondok Tahfidh Putri Yanbu’ul Qur’an, Pondok Pesantren MUS-YQ Kudus, Ponpes Al-Qaumaniyah, PP Darul Falah Jekulo dan Ponpes Qudsiyyah Putri.
Hasan menyebut, Sambang Santri ini merupakan forum dialog antara Pemkab Kudus dan komunitas pesantren, untuk berbagi inspirasi dan menyerap aspirasi. Banyak madrasah dan pondok pesantren di Kudus yang berusia lebih dari 100 tahun sehingga pesantren harus bersiap dengan tantangan zaman, di antara transformasi teknologi dan bonus demokrasi
“Pesantren di Kudus ini luar biasa besar potensinya, dengan tradisi ratusan tahun yang sudah mengakar. Sehingga kami ingin Pendidikan pesantren di Kudus menjadi lebih baik lagi,” ujar Hasan yang juga menjadi pengasuh Pondok Pesantren Baitul Hikmah di Depok, Jawa Barat, Senin, (4/11/2024).
Hasan Chabibie yang belum lama ini mendapat predikat Santri of The Year meminta santri mempersiapkan diri dengan menimba ilmu, kemudian meminta restu kepada orang tua dan guru. Ia menilai santri pesantren punya fondasi berpikir yang kuat, juga daya tahan survival dan mentalitas yang bagus dan ini merupakan modal besar untuk menjemput kesuksesan pada masa kini dan mendatang.
Wakil Ketua LP Maarif Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu tak hanya sering berkunjung ke berbagai kiai dan habaib, ia juga mendukung program-program komunitas santri termasuk menyadari pentingnya kesehatan bagi santri. Ia meminta Puskesmas setiap wilayah melakukan medical check up santri di pondok pesantren setempat secara berkala, sehingga kesehatan santri tetap terpantau dan dapat menerima ilmu dengan maksimal.
“Para Kiai kita harus dalam kondisi yang sehat ketika mengajar dan mengasuh para santri. Mereka adalah guru-guru yang memberikan ilmu pada kita, sehingga sudah sepatutnya mereka diperhatikan kesehatan dan kesejahteraannya,” katanya.
Selain kawasan Menara, pusat santri di Kudus juga dapat ditemukan di Jl Sewonegoro, daerah Jekulo. Belahan timur kota Kudus itu sering disebut Pondok Mbareng. Suasana religius terasa saat memasuki kawasan dengan beberapa bangunan pondok pesantren ramai para santri tengah mengaji. Termasuk salah satunya Ponpes Al Yasir yang berada di Jalan Sewonegoro, Gg 2 Dukuh Kauman, Jekulo.
Saat ditemui di kediamannya, Pengasuh Pondok Pesantren Al Yasir, Jekulo, Muhammad Mujab, sempat mengungkapkan, kekagumannya terhadap kepemimpinan Pj Bupati sekarang. Meskipun tidak memiliki kedekatan personal, kualifikasi pemimpin berlatar belakang santri seperti Hasan Chabibie menjadi sosok yang diharapkan masyarakat Kudus.
“Di kota lain seperti Rembang dan Jombang sudah sejak dahulu terbiasa memiliki pemimpin berlatar belakang santri atau Kiai. Sehingga menjadi hal yang bagus jika ada santri yang ikut menjadi pemimpin dan amanah di Kudus,” ungkapnya kepada Joglo Jateng.
Disebut kota santri, lanjut Mujab, sebab sejak dahulu para Kiai Kudus menciptakan masyarakat Kudus yang berjiwa santri. Artinya meskipun tidak mondok, mereka ikut mengaji dan menerapkan norma atau karakter santri.
“Pemimpin tidak harus santri. Tetapi suatu hal yang baik jika para santri bisa menjadi pemimpin. Yang terpenting adalah norma-norma kesantrian seperti tanggung jawab, amanah dan karakter pemimpin ideal lainnya,” imbuhnya.
Ia menilai adanya santri yang berperan dalam bidang politik juga berkat para pendahulu yang menciptakan maneuver politik dan pemikirannya. Mujab ingin agar peran tersebut bisa dimanfaatkan sebaik mungkin.
“Komitmen menjadi hal penting. Dan kami mengapresiasi atas program sambang santri yang diinisiasi Pj Bupati. Akan tetapi saya ingin hal itu tidak hanya sekadar dialog atau bahkan bantuan material,” katanya.
Mujab ingin masa depan para santri bisa lebih dimudahkan melalui kebijakan pemerintah daerah. Termasuk tentang regulasi para santri salaf yang tidak diharuskan sekolah formal atau kejar paket.
“Banyak dari para santri kami yang terkendala melamar pekerjaan ‘modin’ dikarenakan kalah dengan yang memiliki ijazah SLTP sederajat. Sedangkan para santri kami hanya memiliki ijazah dari pesantren salaf. Saya harap hal ini bisa menjadi saran baik untuk pemerintaham selanjutnya,” ungkapnya. (cr1/fat)