JEPARA, Joglo Jateng – Menjelang pembahasan mengenai upah minimum kabupaten (UMK) tahun 2025, anggota Dewan Pengupahan Kabupaten Jepara telah sepakat untuk melakukan survei terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Hasil dari survei ini nantinya akan digunakan sebagai dasar dalam penentuan UMK Kabupaten Jepara, setelah pemerintah mengeluarkan regulasi terkait formulasi penghitungan UMK.
Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Edy Sujatmiko, yang juga Ketua Dewan Pengupahan Kabupaten Jepara saat menerima audiensi dari serikat buruh di Setda Jepara, Senin (11/11/24).
Ia menjelaskan, hingga saat ini, pemerintah belum merilis regulasi yang mengatur formula penghitungan UMK tahun 2025 setelah terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023 pada 31 Oktober 2024. “Salah satu dampak dari putusan MK tersebut adalah adanya indeks tertentu dalam penentuan UMK yang memperhatikan KHL,” ungkap Edy Sujatmiko.
Ia juga menambahkan bahwa Badan Pusat Statistik (BPS) tidak lagi melakukan survei KHL. Sehingga hasil survei yang dilaksanakan oleh Dewan Pengupahan akan menjadi acuan ketika pemerintah menetapkan formula penghitungan.
Adapun tim survei Dewan Pengupahan terdiri dari 9 anggota, yang melibatkan perwakilan serikat pekerja, pengusaha dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), serta unsur pemerintah daerah. Survei tersebut direncanakan akan mencakup 64 item KHL dan akan dilaksanakan di pasar-pasar yang tersebar di tiga wilayah Jepara yaitu, utara, tengah, dan selatan pada pekan depan.
“Ketua timnya, saya usulkan dari BPS yang memang memiliki kewenangan,” ungkapnya.
Edy menegaskan bahwa penentuan KHL harus segera dilakukan mengingat pentingnya agenda ini dalam ketenagakerjaan. Pernyataan tersebut juga didukung oleh Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi (Diskop UKM Nakertrans) Kabupaten Jepara, Samiadji, yang menambahkan bahwa batas akhir penetapan UMK untuk kabupaten/kota adalah tanggal 30 November 2024.
“Pemberlakuannya akan dimulai pada 1 Januari 2025,” jelas Samiadji.
Sementara itu, menjelang penetapan UMK, serikat pekerja di Jepara telah mengajukan usulan mengenai kenaikan UMK yang beragam. Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (KC FSPMI) Jepara Raya mengajukan kenaikan sebesar 24,4 persen atau Rp 599.686 dari Rp 2.450.915,00 UMK Jepara.
“Kenaikan 24,4 persen ini pun belum memenuhi semua hitungan kenaikan KHL, karena di luar KHL terdapat pertumbuhan ekonomi dan angka inflasi,” ungkap Eko Martika dari KC FSPMI,
Kemudian, Aliansi Serikat Buruh Jepara (ASBJ) meminta kenaikan sebesar 10 persen atau Rp245.092. “Dalam perhitungan kami, kenaikan 10 persen ini logis sesuai dengan kebutuhan pekerja dan kemampuan perusahaan,” ungkap perwakilan FSPJ, M. Dalilim.
Lebih lanjut, dari pihak Apindo, Samsul Anwar dan Lukman Hakim berharap agar pemerintah daerah menggunakan regulasi yang ada sebagai dasar dalam pengambilan keputusan terkait usulan UMK.
“Mekanisme penetapan harus sesuai regulasi. Belajar dari tahun lalu, kami harap penetapan UMK berpegang teguh pada aturan. Jika ada yang memberikan gaji di atas UMK, itu adalah kewenangan masing-masing perusahaan,” tegas Lukman. (cr4/gih)