Bawaslu Jateng Kaji Video Dukungan Prabowo untuk Paslon 02

Koordinator Devisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Jateng, Achmad Husain. (LU'LUIL MAKNUN/JOGLO JATENG)

SEMARANG, Joglo Jateng – Koordinator Devisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Jateng, Achmad Husain buka suara terkait beredarnya video dukungan dari Presiden Prabowo Subianto kepada pasangan calon (Paslon) Ahmad Luthfi-Taj Yasin Maimoen. Husain mengaku bahwa pihaknya tengah melakukan kajian kembali perihal keaslian video itu.

“Nanti kita lakukan kajian, kita lakukan penelusuran terhadap bukti-bukti itu, yang pertama apakah video itu asli atau enggak? Yang kedua apakah video itu di take atau diambil pada masa kampanye ini atau sebelum masa kampanye? Yang ketiga kalau memang diambil pada masa kampanye apakah itu dilakukan pada hari apa di mana pejabat negara harus cuti pada saat berkampanye?, kan begitu,” bebernya saat dihubungi awak media, Selasa (12/11/24).

Baca juga:  Panen Karya P5 SMAN 1 Semarang, Mengangkat Kearifan Lokal Lewat Drama dan Batik

Pasca bukti-bukti terkumpul, pihaknya bakal melakukan rapat pleno sebagai landasan penelusuran lebih lanjut. Apabila nanti terdapat dugaan pelanggaran, maka akan diproses oleh Bawaslu Jawa Tengah.

Husain mengaku, pihaknya harus memastikan bahwa status Prabowo Subianto tersebut adalah sebagai Presiden atau Ketua Umum Partai Gerindra yang mendukung kadernya.

“Jika dilakukan sebagai presiden, maka statusnya sebagai pejabat negara. Berdasarkan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 yang terakhir diubah pada tahun 2020, pejabat negara dilarang melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon tertentu. Implikasinya ada di sanksi yang diatur dalam Pasal 188 undang-undang tersebut,” jelasnya.

Baca juga:  Disdikbud Jateng Tanggapi Kasus Penembakan Siswa SMKN 4 Semarang

Namun, ia menambahkan bahwa berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 52, rezim pilkada disamakan dengan rezim pemilu. Sehingga dalam peraturan Presiden diperbolehkan berkampanye.

“Poin ini perlu dikaji lebih lanjut, apakah penyamaan rezim pilkada dan pemilu itu mencakup semua subjek hukum atau hanya bagian tertentu saja,” tambahnya.

Saat ditanya mengenai sanksi jika terbukti ada pelanggaran, ia menyebut bahwa mengacu pada UU Nomor 1 Tahun 2015, yang terakhir diubah pada tahun 2020, pelanggaran akan dikenakan sanksi pidana pemilihan, dengan ancaman hukuman kurungan satu hingga enam bulan, serta denda Rp 600 ribu hingga Rp 6 juta.

“Itu jika terbukti sebagai pelanggaran pidana pemilihan. Namun, kita perlu mengumpulkan bukti yang valid dan konkret. Apalagi di era digital saat ini, keaslian video masih perlu diuji karena bisa saja menggunakan teknologi AI atau lainnya,” ungkapnya.

Baca juga:  Cara Aman Bertransaksi pada Layanan Berbasis Kartu Kredit dan ATM/Debit

Untuk menjaga netralitas Pilkada, pihaknya akan terus memberikan sosialisasi kepada semua pihak. Termasuk peserta pemilihan, pemilih, dan LO, mulai dari tingkat provinsi hingga tingkat kecamatan.

“Kami menekankan kepada seluruh jajaran Bawaslu, baik di provinsi, kabupaten/kota, kecamatan hingga desa, serta calon pengawas TPS agar tetap menjaga netralitas, profesionalitas, dan integritas dalam melaksanakan tugasnya. Jangan sampai mencederai demokrasi yang sedang berlangsung di Jawa Tengah ini,” tutupnya. (luk/adf)