Pakar Ekonomi: Kenaikan PPN Jadi 12% di 2025 Bisa Kontra Produktif bagi Penerimaan Pajak

SUASANA: Salah satu warga asal Semarang Rini (24) saat membeli produk makanan di salah satu minimarket di Kota Semarang, Selasa (19/11/24). (FADILA INTAN QUDSTIA/JOGLO JATENG)

SEMARANG, Joglo Jateng – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 saat rapat bersama DPR pada Kamis (14/11) lalu. Menanggapi hal tersebut, Pakar Ekonomi sekaligus Akademisi Universitas Diponegoro (Undip), Prof Dr Nugroho SBM Msi mengaku khawatir kenaikan tarif PPN justru bisa kontra produktif bagi penerimaan pajak pemerintah.

“Saya khawatir kenaikan tarif PPN ini justru bisa jadi kontra produktif bagi penerimaan pajak pemerintah, ada dasarnya juga,” ucapnya saat dihubungi Joglo Jateng, Selasa (19/11/24).

Lebih lanjut, ia menerangkan, hal itu pernah dihipotesis-kan oleh penasehat ekonomi Presiden Reagan, Prof Arthur Laffer yang mengatakan bahwa tarif pajak yang terlalu tinggi justru bisa menurunkan pendapatan pajak pemerintah karena dua alasan. Salah satunya, akan ada penggelapan pajak dalam bentuk orang tidak mau bayar pajak.

Baca juga:  Bank Jateng Gelar Lelang Bersama, Langkah Konkrit untuk Atasi Kredit Macet dan Pelunasan Hutang

“Kedua, lewat pengurangan konsumsi atau produksi sehingga basis pajak berkurang dan dengan demikian penerimaan pajak pemerintah juga akan berkurang,” jelasnya.

Meskipun kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen memang amanat undang-undang dan sudah ada penjadwalannya, kata Nugroho, namun pemerintah bisa menundanya atau membatalkan dengan merevisi UU atau menggantinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu).

“PPN  merupakan pajak tidak langsung yang bisa digeser bebannya. Mestinya merupakan beban produsen atau penjual tetapi bisa digeser kepada konsumen. Sehingga beban akhirnya memang pada konsumen yang dalam situasi ekonomi yang belum pulih akan memberatkan bagi daya beli konsumen,” ujarnya.

Baca juga:  Bupati Sri Sumarni Apresiasi Kolaborasi Bank Jateng dengan Pemkab Grobogan

Oleh karena itu, dirinya menyarankan kepada pemerintah menunda kenaikan tarif PPN. Menurutnya, masih banyak jalan menambah penerimaan pemerintah dari pajak, misalnya dengan mengejar wajib pajak bandel yang selama ini tidak bayar pajak.

“Atau mencari objek pajak baru seperti pajak karbon dan lainnya. Karena dampaknya kenaikan PPN ini akan memberatkan, sebab PPN merupakan pajak tidak langsung yang bebannya akan digeser kepada masyarakat sebagai konsumen,” pungkasnya.

Sementara itu, salah satu pegawai swasta asal Semarang, Iqbal Alma mengaku adanya kenaikan PPN dari tahun ke tahun, bisa menyebabkan keberlangsungan hidup anak muda semakin suram. Menurutnya, selama ini pembayaran pajak selalu dibebankan kepada masyarakat.

Baca juga:  Frugal Living Solusi Pemberlakuan PPN 12%

“Kita dipaksa untuk mencari uang tambahan atau bekerja lebih keras, di sisi lain pilihannya mengurangi konsumsi. Ketika negara membutuhkan sesuatu solusinya dibebankan ke masyarakat, subsidi dikurangi pajak dinaikkan, itu akhirnya semakin mencekik,” katanya yang juga mahasiswa S2 itu. (int/gih)