Opini  

Nasib Nelayan Kecil di Jawa Tengah

Nugroho Sumarjiyanto BM

Oleh: Nugroho Sumarjiyanto BM
Guru Besar Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Undip Semarang

BARU-baru ini dalam rangkaian acara seminar dan kursus singkat dalam kerangka proyek kerjasama V2V (Vurnarable to Viable), saya bersama Prof Waridin dan Prof Indah Susilowati dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis Undip Semarang serta sejumlah mahasiswa FEB Undip berkunjung ke Universitas Tun Abdul Razak Malaysia untuk menyeminarkan hasil penelitian para mahasiswa FEB Undip tersebut yang rencananya kemudian akan difinalkan menjadi sebuah buku. ). Dari Universitas Tun Abdul Razak Malaysia bertindak sebagai reviewer adalah Prof Ghazi Nurul Islam.

Proyek kerjasama V2V adalah proyek kerjasama global untuk mengatasi vurnerabilitas menjadi viabilitas  atau Vulnerabilty to Viability  (V2V) Global Patnership yang dinisiasi oleh Waterloo University Kanada.  Waterloo University bekerjasama dengan beberapa universitas di dunia antara lain Universitas Tun Abdul Razak Malaysia dan Universitas Diponegoro Semarang.

Tema dari hasil penelitian mahasiswa tersebut adalah tentang berbagai hal yang berpengaruh terhadap nasib nelayan kecil di berbagai daerah di Jawa Tengah, bagaimana nelayan kecil menyikapinya, serta kebijakan apa yang seharusnya diambil oleh pemerintah. Beberapa daerah yang menjadi objek penelitian adalah Kabupaten Demak, Kabupaten Pati, dan Kabupaten Batang

Baca juga:  Sektor Terdampak PPN 12 Persen dan Strategi Menghadapinya

Pertumbuhan Vs Nasib Nelayan Kecil

Tema pertama adalah tentang konflik antara mengejar pertumbuhan ekonomi lewat pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kabupaten Batang dengan dampak negatifnya pada nelayan kecil. Pembangunan PLTU Batang yang sudah mulai beroperasi tahun 2016 menyediakan tenaga listrik sebesar 1.000 Megawatt untuk memenuhi kebutuhan tenaga Listrik di Pulau Jawa dan sekitarnya. Di samping manfaat ketersediaan tenaga listrik, manfaat yang lain dari PLTU adalah tersedianya energi listrik yang lebih bersih dibanding pembangkit listrik dengan tenaga batubara yang selama ini ada.

Namun di sisi yang lain, pembangunan PLTU tersebut ternyata mempunyai dampak negatif pada kehidupan nelayan kecil yaitu jarak nelayan kecil untuk mencari ikan menjadi lebih jauh dengan konsekuensi waktu tempuh yang lebih lama yang mengakibatkan biaya bahan bakar lebih banyak dan resiko perjalanan yang lebih besar. Ini tentu mengurangi pendapatan nelayan kecil. Perlu dipikirkan bagaiamana memperbaiki nasib nelayan kecil misal dengan memberi ketrampilan alternatif selain menjadi nelayan atau bantuan perahu yang tenaganya lebih besar supaya jarak tempuhnya bisa lebih jauh.

Teknologi Informasi

Tema berikutnya adalah penggunaan teknologi informasi untuk membantu nelayan skala kecil dalam mencari ikan.Bentuknya adalah teknologi untuk melihat arah angin, memprediksi cuaca, dan mendeteksi keberadaan ikan. Ternyata nelayan besar lebih cepat mengadopsi dan menerapkan teknologi informasi karena modal yang dimiliki cukup besar dan cadangan dana jika penerapan teknologi informasi itu gagal juga masih besar.

Baca juga:  S T O P B U L L Y I N G

Sebaliknya nelayan kecil yang dana dan modalnya terbatas tentu akan menunggu dulu sampai ada bukti bahwa penerapan teknologi informasi itu berhasil karena mereka harus hati-hati sebab sekali penerapan itu gagal maka habislah seluruh sumber pendapatan mereka. Ditemukan pula nelayan kecil yang relatif cepat mengadopsi dan menerapkan teknologi informasi adalah nelayan kecil yang pernah bekerja di kapal-kapal milik nelayan besar. Jadi sekali lagi nelayan kecil perlu melihat dulu bukti keberhasilan penggunaan teknologi informasi sebelum mereka menerapkannya.

Implikasinya dinas  terkait bekerjasama dengan berbagai pihak (akademisi dan LSM)  melakukan pendampingan penggunaan teknologi informasi bagi nelayan kecil sehingga bisa meningkatkan pendapatannya

Banjir Rob

Banjir rob di hampir semua wilayah Pantai Utara Jawa Tengah juga merupakan salah satu tema penelitian. Rob menyebabkan abrasi pantai yang menyebabkan banyak pemukiman nelayan terkena abrasi tersebut. Nelayan harus mengeluarkan dana tiap kali untuk mengatasi abrasi misalnya dengan membangun bendungan darurat atau meninggikan rumah mereka. Akibatnya penghasilan dari hasil tangkapan sering hanya habis untuk meninggikan rumah dan membuat tanggul darurat.

Baca juga:  Beli Rumah, Gratis PPN

Beberapa nelayan melakaukan strategi adaptasi dengan melakukan diversifikasi pekerjaan untuk menambah penghasilan keluarga misalnya dengan membuka warung atau toko kecil-kecilan di rumahnya. Tampaknya pemerintah perlu melakukan relokasi bagi sebagian warga yang rumahnya sudah tak layak huni dan juga sekaligus membekali mereka dengan ketrampilan dan modal untuk pekerjaan sampingan guna menambah penghasilannya. Pembangunan tanggul penahan ombak dan penanaman bakau untuk menahan laju abrasi pantai juga perlu dilakukan lewat kerjasama semua pihak.

Kearifan Lokal

Kelompok mahasiswa peneliti lain mengajukan tema kearifan lokal untuk mencegah penangkapan ikan berlebih yang merupakan salah satu masalah perikanan skala kecil dengan menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Sehingga tidak bisa memilah ukuran serta umur ikan yang ditangkap, mengakibatkan ikan makin langka.

Ada beberapa kearifan lokal berupa tabu atau larngan yang menjaga kelestarian ikan sehingga tidak terjadi penangkapan berlebih. Namun kearifan lokal itu kini tidak lagi ditaati seiring dengan modernisasi dan umur nelayan yang lebih muda yang tak percaya pada tabu-tabu tersebut. Untuk masalah ini tampaknya penjelasan atau sosialisasi dengan bahasa yang ilmiah dan rasional seharusnya menggantikan kearifan lokal dan tabu-tabu tersebut. (*)