Opini  

Sektor Terdampak PPN 12 Persen dan Strategi Menghadapinya

Oleh: Nugroho Sumarjiyanto BM
Guru Besar Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Undip Semarang

PEMERINTAH berencana akan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Karena merupakaan pajak tidak langsung, maka PPN yang mestinya menjadi tanggungan produsen atau penjual menjadi tanggungan konsumen atau pembeli.

Ada dua macam barang yang terkena dampak kenaikan tarif PPN karena merupakan Barang Kena Pajak (BKP). Ada dua macam BKP yaitu BKP yang berwujud dan BKP tak berwujud.

BKP berwujud yaitu barang-barang elektronik, pakaian dan barang fashion, kendaraan bermotor, perabot rumah tangga, serta makanan olahan dan minuman dalam kemasan.

Sedangkan BKP tak berwujud meliputi: hak kekayaan intrlektual (termasuk hak cipta, hak paten, dan merk dagang) serta jasa industri dan komersial (misalnya teknologi dan perangkat ilmiah).

Baca juga:  Renjani, Pahlawan untuk Negeri

Namun ada BKP berwujud dan tak berwujud yang dikecualikan dari pengenaan PPN. Yaitu kebutuhan pokok masyarakat (9 bahaan kebutuhan pokok), jasa kesehatan dan pendidikan serta jasa transportasi umum.

Tetapi secara umum kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen di tahun 2025 memang akan menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa kena pajak. Jika dipilah, maka ada beberapa sektor atau lapangan usaha yang akan terkena dampak kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen ini.

Yaitu sektor perdagangan eceran atau ritel, khususnya yang memperdagangankan barang-barang elektronik pakaian dan barang fashion, kendaraan bermotor, perabot rumah tangga, serta makanan olahan dan minuman dalam kemasan. Tidak hanya pengusaha ritel skala besar yang terkena dampaknya, namun juga sampai pedagang kecil.

Sektor hotel dan restoran yang tentu akan terkena dampak karena jasa hotel dan makanan di restoran memang merupakan objek PPN. Dampak tersebut tentu bisa mengkait ke belakang misalnya pada para pemasok yang tentu akan kehilangan pasarnya jika pihak hotel atau restoring mengurangi permintaan terhadap barang yang dipasok para pemasok.

Baca juga:  Nasib Pencegahan Korupsi Jawa Tengah di Era Ahmad Luthfi

Selanjutnya, sektor ekonomi kreatif. Sektor ekonomi kreatif akan terkena dampak lewat PPN terhadap fashion dan pakaian serta Hak Karya Intelektual (HAKI).

Kemudian, sektor pariwisata. Sektor pariwisata terkena dampak karena sektor pariwisata melibatkan banyak sektor yang menghasilkan barang dan jasa yang merupakan objek PPN.

Jika memang jadi diimplemntasikan, maka ini adalah sesuatu yang berat sebab sektor-sektor tersebut merupakan sektor-sektor yang merupakan penggerak ekonomi dan baru saja mulai pulih.

Diperlukan beberapa alternatif strategi dari berbagai sektor tersebut untuk bisa bertahan.

Pertama, menyerap kenaikan PPN jadi 12 persen dengan tetap mempertahankan harga atau tarif. Konsekuensinya marjin atau keuntungannya akan berkurang. Jika ingin mempertahankan keuntungan maka omset yang harus ditambah dengan berbagai strategi pemasaran yang lebih kreatif.

Baca juga:  PPN Naik 1% akan Kembali ke Masyarakat

Kedua, menaikkan harga dengan konsekuensi mungkin konsumen akan berkurang. Untuk barang dan jasa untuk konsumen kelas atas strategi ini tidak masalah karena mereka tidak terpengaruh dengan kenaikan harga.

Ketiga, melakukan kemas ulang produk eceran dengan kemasan yang lebih kecil sehingga harganya lebih murah dan terjangkau banyak konsumen.

Namun akan lebih baik jika kenaikan PPN jadi 12 persen ini diundur (kemungkinan ini dikemukan Oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Panjaitan) atau bahkan dibatlkan. Secara hukum hal tersebut bisa dilakukan dengan pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). (*)