SUN’AN menjadi salah satu petani di Jawa Tengah yang terus bertahan menanam cabai dan bawang merah di tengah naik turunnya harga dua komoditas itu. Pria asal Wonosobo ini bersama teman-temannya yang tergabung dalam kelompok tani Champion Jateng terus berupaya agar hasil pertanian mereka bisa terjual di masyarakat dengan harga yang layak.
“Jadi kami itu membentuk forum petani Champion Jawa Tengah yang khusus untuk menangani permasalahan produksi cabai dan bawang merah, di kala harga bawang merah itu jatuh kami yang mewadahi teman-teman petani untuk menyampaikan ke pemerintah. Sebaliknya, di kala harga cabai dan bawang tinggi kami juga membantu pemerintah untuk menstabilkan harga biar semua sama-sama jalan,” katanya pada Joglo Jateng, belum lama ini.
Salah satu inovasi yang mereka lakukan adalah dengan mengolah cabai dan bawang merah. Yakni dengan cara dikeringkan.
“Karena beberapa tahun ini harga cabai itu cenderung jatuh atau deflasi, makanya kita mulai menemukan solusi, yaitu untuk olahan. Yang pertama kami kemarin olahan cabai kering itu dengan cara dijemur dengan matahari biasa,” ungkapnya.
Mengawali cara sederhana ini sejak tahun 2022, kini pihaknya sudah mendapatkan mesin pengering cabai dan green house dari Bank Indonesia untuk membudi daya cabai dan bawang.
“Ini salah satu cara agar di bulan-bulan tertentu tidak terjadi fluktuatif produksi. Jadi penataan pola tanam di tingkat petani mulai kita tata dengan baik agar di setiap bulannya kita punya cabai,” ungkapnya.
Sun’an menjelaskan untuk menghasilkan cabai kering 1 kg, butuh 4 kg cabai basah. Begitu pula yang dilakukan saat memproduksi pasta bawang.
“Karena pengeringan cabai itu, cabai basah tiga sampai empat kilo baru ketemu cabai kering 1 kilo,” ujarnya.
Oleh karena itu, biasanya dirinya bersama petani lain mulai mengeringkan cabai saat harga cabai turun drastis. Atau harga cabai di bawah Rp 10 ribu. Sehingga tak menyebabkan kerugian untuknya.
“Makanya waktu pengeringan cabai harus di harga di bawah Rp 10 ribu, kalau di atas Rp 10 ribu udah enggak bisa. Karena harganya nanti tidak bersaing sama cabai kering yang dari luar negeri atau impor,” tegasnya.
Sementara untuk pembuatan pasta bawang, pihaknya mengolah bawang-bawang yang berukuran kecil. Hal ini untuk meminimalkan kerugian petani sehingga seluruh hasil panen petani dapat terjual.
Disinggung terkait rasa, Sun’an mengaku kualitasnya sama saja dengan cabai basah dan bawang pada umumnya. Akan tetap terasa pedas dan tetap mempertahankan cita rasa.
“Sama seperti cabai dan bawang pada umumnya karena sama-sama menyesuaikan takaran kan,” imbuhnya.
Untuk diketahui, untuk harga cabai kering bubuk mulai harga Rp 40 ribu, lalu untuk cabai kering ukuran 1 ons berksar Rp 10 ribu. Sementara untuk pasta bawang 250 gram di harga Rp 20 ribu.
“Kalau yang kering itu kita jual per kilo ke industri sudah bubuk harga Rp 40 ribu. Tetapi kalau kita eceran. Itu per satu ons cabai kering harga Rp 10 ribu,” tutupnya. (luk/adf)