Perkuat Kesadaran Hak Perempuan melalui Diskusi Publik

DISKUSI: Narasumber sekaligus Wakil Ketua Bidang Sospol BEM Undip (baju putih), Aulya Azrawati Fakhira saat memaparkan materinya dalam Diskusi Publik Road To Camp Rimpang Alit Jilid II di Gedung PKM Fakultas Hukum (FH) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Rabu (4/12/24). (FADILA INTAN QUDSTIA/JOGLO JATENG)

SEMARANG, Joglo Jateng – Komunitas Bara Puan berupaya memperkuat kesadaran para mahasiswa maupun kelompok marjinal melalui Diskusi Publik Road To Camp Rimpang Alit Jilid II bertemakan ‘Gerakan Perempuan dan Perlawanan Terhadap Ketimpangan’ di Gedung PKM Fakultas Hukum (FH) Universitas Diponegoro (Undip), Semarang. Kegiatan ini merupakan rangkaian dari Bara Puan dalam rangka memperingati 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16HATKP) dan Camp Rimpang Alit Jilid II.

Diskusi publik ini dihadiri oleh seluruh perwakilan dari mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, organisasi masyarakat sipil, jurnalis, buruh, dan kelompok marjinal.

Baca juga:  Perekonomian Semarang 2025 Dipredikasi Tumbuh hingga 6 Persen

Ketua penyelenggara sekaligus staff LBH Semarang, Tuti Wijaya mengungkapkan, diskusi ini berfokus pada ketimpangan dan gerakan yang dialami oleh para perempuan dari berbagai elemen pasca rezim baru dimulai. Dirinya melihat banyak sekali kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang dianggap semakin tidak masuk akal.

“Seperti contohnya, kenaikan PPN menjadi 12 persen. Hal- hal yang kita pajaki itu berdampak pada teman-teman mahasiswa sehingga kita coba kumpulkan dan mendiskusikan dan kemas menjadi Road to Rimpang Alit yang kedua yang nanti kita juga bahas soal ketimpangan itu lagi,” ucapnya saat ditemui Joglo Jateng, Rabu (4/12/24).

Baca juga:  Mahasiswa Bersuara, Soroti Kebijakan Ekonomi

Dalam diskusi publik itu, kata Tuti, ada banyak sekali hal yang dikeluhkan oleh teman-teman mahasiswa maupun kelompok marjinal, antara lain isu kekerasan seksual, krisis iklim, feminisme, dan masih banyak lagi yang berdampak pada hak perempuan.

Bahkan, ia menjelaskan, pada akhir 2023 sampai 2024 terjadi badai PHK di Jawa Tengah. Terlebih lagi, adanya krisis iklim berdampak pada buruh perempuan di wilayah Pantura.

Ke depan, pihaknya optimistis, tidak hanya membicarakan soal isu ketimpangan perempuan saja. Namun, juga akan merambah ke permasalahan yang dialami oleh pekerja informal yang berdampak ke isu lingkungan. “Kita harus bisa melakukan pendampingan kepada mereka,” katanya.

Baca juga:  BPBD Kota Semarang Catat 488 Bencana Terjadi Sepanjang 2024

Sementara itu, Narasumber sekaligus Wakil Ketua Bidang Sospol BEM Undip, Aulya Azrawati Fakhira mengaku banyak sekali pekerjaan rumah (PR) perempuan yang harus dikawal bersama-sama. Di antaranya, isu PRT, pekerja seks, pekerja informal, dan isu pajak yang berdampak pada buruh perempuan.

“Peran mahasiswa sendiri upaya tentu mendengar keluh kesah aspirasi dari kawan-kawan. Kita rangkum, kongkritnya kita buat kajian dan dari BEM seringkali mengawal melalui infografis di Instragram dan melaksanakan diskusi seperti ini,” ujarnya. (int/gih)