Kudus  

Angkat Falsafah Sunan Muria di Kirab Pager Mangkok

KOMPAK: Masyarakat Dukuh Piji Wetan, Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus mengarak gunungan hasil bumi dalam Festival Pager Mangkok, Jumat (6/12/2024). (UMI ZAKIATUN NAFIS/JOGLO JATENG)

KUDUS, Joglo Jateng – Gelaran tahunan Festival Pager Mangkok Masyarakat Dukuh Piji Wetan, Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus kembali digelar. Agenda yang berlangsung Jumat-Minggu (6-8/12) tersebut diawali dengan Kirab Budaya Pager Mangkok sebagai tradisi mengajarkan nilai falsafah Sunan Muria.

Dalam rangkaian kirab tersebut, beberapa warga mengarak gunungan hasil bumi dari Panggung Ngepringan menuju Punden Depok. Diikuti rombongan ibu-ibu yang membawa nasi tomplingan, barisan anak-anak, tokoh agama dan warga setempat.

Sesampainya di Punden Depok, rombongan disambut salawat terbang papat, ritual pager mangkok simbol ajaran bersedekah pun dimulai. Usai didoakan, masyarakat langsung mengerumuni gunungan dan berebut hasil bumi yang diarak. Dalam momen itu juga sekitar 1.000 nasi tomplingan yang dibungkus daun pisang turut dibagikan ke peserta kirab.

Baca juga:  Program MBG di Kudus Masih Tunggu Arahan Pusat

Koordinator kirab, Ulul Azmi menjelaskan, Kirab Pager Mangkok yang sudah digelar empat kali ini menjadi pembuka festival pager mangkok. Yaitu tradisi rutinan untuk mengangkat nilai-nilai falsafah dari Sunan Muria.

“Selama empat kali digelar kirab pager mangkok selalu disertai datangnya hujan sebelum prosesi acara. Ddiharapkan ini menjadi berkah bagi seluruh masyarakat yang turut hadir,” jelasnya.

Ia menambahkan, pager mangkok diambil dari ajaran Sunan Muria yang berbunyi pagerono omahmu nganggo mangkok dan pager mangkok luwih becik tinimbang pager tembok. Artinya pagarilah rumahmu dengan pagar mangkuk. Karena pagar mangkuk dalam hal ini bersedekah lebih baik daripada pagar tembok.

Baca juga:  Kabid PMD Kudus: BUMDes Harus Fokus pada Usaha Baru, Bukan Mengambil Alih yang Lama

“Ajaran yang juga ingin disiarkan ke masyarakat ialah falsafah Tapangeli. Yang memiliki arti mengarus tetapi tidak terbawa arus,” imbuhnya.

Maksudnya, sambung dia, masyarakat diperbolehkan mengikuti perkembangan zaman asalkan tidak terbawa arus zaman yang negatif dan mempunyai prinsip hidup. Dua ajaran ini yang ingin ia aktivasi ke masyarakat dan generasi muda.

Pada 2024 ini, Festival Pager Mangkok mengusung tema “Labora(s)tories”. Lewat tema tersebut, Kampung Budaya Piji Wetan ingin menunjukkan bahwa budaya dan seni dapat menjadi perayaan oleh siapa saja, termasuk anak-anak muda. Ia berharap, Festival Pager Mangkok ini dapat menjadi pemantik agar generasi muda tertarik untuk merawat nilai-nilai kebudayaan yang diwariskan Sunan Muria.

Baca juga:  TPA Tanjungrejo Diusulkan Ditutup, Kudus Masih Kekurangan TPST Skala Besar

“Semoga kegiatan semacam ini tetap tumbuh dan memunculkan generasi-generasi baru yang cinta akan seni dan budaya,” harapnya. (iza/fat)