JEPARA, Joglo Jateng – Ratusan buruh di Jepara melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor sekretariat daerah (Setda) Kabupaten Jepara, Kamis (12/12). Para buruh datang secara konvoi, membentangkan bendera dari masing-masing aliansi buruh menuju kantor Setda dengan membawa tuntutan perihal Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK).
Para buruh tersebut berasal dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dan Aliansi Serikat Buruh Jepara (ASBJ).
Ketua Konsulat Cabang Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSMI) Cabang Jepara yang juga perwakilan massa aksi, Yopi Priyambudi menyampaikan, kedatangan mereka ke kantor Setda untuk mengawal Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara merealisasikan UMSK.
Selain itu, meminta agar Pemkab Jepara tidak serta ikut menerima keputusan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah, di mana dalam penetapan Upah Minimum Kabupaten (UMK) tidak menerapkan UMSK.
“Sesuai arahan presiden untuk merealisasikan UMSK. Karena, keputusan Pemprov Jateng tidak ada UMSK, jadi melanggar konstitusi arahan Prabowo. Itu yang kami sesalkan,” jelasnya pada Joglo Jateng.
Pihaknya berharap, dengan tuntutan yang ia bawa, Pemkab Jepara dapat memberlakukan UMSK 2025. Pihaknya juga sudah memiliki konsep penghitungan UMSK.
Adapun konsep UMSK yang telah dibuat, berdasarkan pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dan besaran resiko. Konsep tersebut yang akan dibawa ketika koordinasi atau rapat pleno dengan dewan pengupahan.
“Sesuai kesepakatan adanya UMSK. Sektor yang diambil ada dua. Sektor pertama ada otomotif dan pertanian 10 persen. Garmen tekstil dan alaskaki 7 persen,” jelasnya.
Setelah melakukan unjuk rasa, perwakilan dari para buruh kemudian melakukan rapat pleno dengan dewan pengupahan di kantor Setda Jepara.
Berselang beberapa jam, rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua Dewan Pengupahan, Mayadina Rohmi Musfiroh ini berakhir pukul 16.00 WIB dari 13.00 WIB. Ketika dimintai keterangan, Mayadina mengungkapkan bahwa terjadi dinamika ketika rapat pleno berlangsung. Terdapat dua arus dalam pengusulan UMSK.
Kata Mayadina, pihak buruh, bersikukuh kepada dewan pengupahan meminta agar Pemkab Jepara merealisasikan UMSK 2025. Sedangkan, pihak Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) berharap agar tidak perlu mengusulkan UMSK secara terburu-buru.
“Alasan Apindo, banyak sisi teknis belum diatur dalam Permenaker 16 tahun 2024 yang baru. Misalnya, tentang besaran UMSK pada KBLI,” terangnya.
Kemudian, lanjutnya, dari pemkab mengusulkan UMSK dengan kenaikan 0,5 persen, dari 6,5 persen UMK menjadi 7 persen atau Rp 2.622.479. Namun, dari pihak buruh maupun Apindo tidak menerima tawaran tersebut. Hingga akhirnya, dilakukan voting.
Dengan perolehan hasil voting terbanyak, usulan konsep dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang mendominasi. “Hasil dari voting, kita akan mengusulkan UMSK berdasarkan konsep atau rekomendasi dari teman-teman serikat pekerja. Angka besarannya macam-macam ada 3 sektor,” bebernya.
Sektor tersebut di antaranya, sektor 1 UMSK-nya sebesar 13 persen atau naik menjadi Rp 2.949.553, sektor 2 UMSK-nya 10 persen atau Rp 2.871.246, dan sektor 3 UMSK-nya 7 persen atau Rp 2.792.940. Setelah ini, lanjut Mayadina, hasil rapat pleno UMSK akan disampaikan kepada Pj Bupati Jepara untuk diusulkan ke Pemprov Jateng. (oka/gih)