Pengamat Politik Undip Tanggapi Isu Kepala Daerah Dipilih DPRD

Pengamat politik Undip, Nur Hidayat Sardini. (LU'LUIL MAKNUN/JOGLO JATENG)

SEMARANG, Joglo Jateng – Pengamat politik Universitas Diponegoro, Nur Hidayat Sardini alias NHS turut angkat bicara terkait usulan Presiden RI Prabowo Subianto agar kepala daerah dipilih oleh DPRD. Menurutnya hal ini merupakan suatu kemunduran.

“Kembali ke soal apa yang ditawarkan oleh Pak Prabowo, buat saya pembahasan kita mengenai itu adalah langkah mundur. Yang ditekankan itu kan terlalu panjang prosesnya dan terlalu mahal ongkos yang harus dikeluarkan,” katanya, Rabu (18/12/24).

NHS menilai Prabowo tak paham betul jika pembangunan demokrasi masyarakat lewat Pemilu maupun Pilkada tak termasuk dalam pos anggaran negara. Tetapi berupa investasi politik.

“Yang harus diketahui oleh Pak Prabowo bahwa pembangunan politik dan demokrasi itu tidak dianggap sebagai cost dalam pos anggaran negara, tetapi merupakan investasi politik karena mahalnya persatuan dan kesatuan bangsa,” tegas NHS.

Menurutnya, berlangsungnya Pilkada setiap lima tahun sekali merupakan penerapan penting dalam demokrasi. Karena dinilai bisa memberikan nilai bagi setiap individu masing-masing.

“Dengan asas yang sangat terkenal, one person, one vote, and one value. Jadi, nilai kedaulatan per individu sebagai warga negara yang berdaulat otonom jauh lebih dimungkinkan ketimbang melalui proses yang lain,” ucap NHS.

Menurut NHS, pemilihan kepala daerah lewat DPRD akan mengeksklusi atau mengeluarkan elite politik lokal. Kemudian digantikan oleh elite politik di level nasional.

“Itu seluruhnya akan menepikan kedaulatan versi rakyat, yang poinnya ada di pemilihan langsung seperti sekarang,” tegas dia.

Ia tak ingin keputusan dipilihnya kepala daerah oleh DPRD merugikan rakyat. Dalam hal ini, NHS menyinggung proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) yang ia anggap kekonyolan pemerintah sebelumnya.

“Pelajaran kita tentang IKN adalah mengenai bagaimana kekonyolan sebuah kebijakan yang tidak melibatkan publik, pada akhirnya seperti sekarang. Pemilu memiliki dimensi yang luas dan itu semua orang, tanpa terkecuali, akan terlibat di dalamnya,” jelasnya.

Oleh sebabnya, NHS berharap Pemilu tetap bersifat inklusif atau melibatkan semua pihak. Hal itu menurutnya sejalan dengan prinsip one man, one value.

“Pelajaran satu dekade terakhir itu penting, antara kepentingan elit kekuasaan harus paralel dengan kepentingan masyarakat pada umumnya, karena itu menyangkut kebijakan yang sifatnya umum. Jangan kemudian dikembalikan kepada DPRD, dan itu adalah langkah mundur,” pungkasnya. (luk/adf)