SEMARANG, Joglo Jateng – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Tengah meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi puncak musim hujan yang diprediksi terjadi pada Februari 2025. Masyarakat pun diimbau untuk lenih waspada terhadap risiko bencana seperti banjir dan tanah longsor.
Kepala BPBD Jateng Bergas Catursasi menyampaikan berdasarkan prakiraan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), musim hujan telah dimulai sejak September. Puncaknya diprediski akan terjadi pada bulan Februari 2025. Kemudinan April hingga Mei akan terjadi pergantian musim kembali.
“Puncaknya (musim hujan ) nanti di bulan Februari,” jelas Bergas saat dikonfirmasi, Kamis (19/12/24).
Pihaknya pun telah memetakan daerah rawan bencana di Jawa Tengah. Wilayah pegunungan berpotensi mengalami tanah longsor, dan daerah dataran rendah berpotensi banjir.
“Daerah kota-kota di daerah Pantura, itu jelas Pantura Utara, Pansela (Pantai Selatan) itu dia punya potensi banjir. Tapi kalau yang tengah kota-kota yang di daerah Tengah, Jawa Tengah punya potensi longsor gitu,” tegasnya.
Dengan adanya pemetaan itu, pihaknya mengimbau agar masyarakat pandai membaca situasi. Mereka harus paham kapan saatnya untuk bersiap-siap dan siaga untuk penyelamatan.
“Kalau di wilayah longsor tentunya tidak tinggal di ruangan yang dekat dengan titik longsor atau dengan dinding longsor, menjauhi ruangan-ruangan itu. Kemudian apabila ada hujan deras berdurasi cukup panjang, cukup lama, harapannya untuk segera bergeser terlebih dahulu, entah (bisa) ke rumah saudaranya itu akan lebih penting,” bebernya.
Bergas menambahkan, di daerah pegununhgan masyarakat harus waspada juga terhadap talang air. Sebab hal itu menjadi penyebab terjadinya tanah longsor. “Yang sering longsor di daerah pegunungan, (waspada) talang air. Talang air itu menciptakan longsor di permukiman, itu pesan saya itu dan itu menimbulkan kerugian,” tegasnya.
Pihaknya merinci sepanjang tahun 2024, ada sekitar 2000 kejadian di Jawa Tengah. Mulai dari kebakaran, tanah longsor, banjir, angin kencang dan lainnya. Sebanyak 10 persen dari jumlah tersebut masuk kategori bencana.
“Dari peristiwa/kejadian yang 2000 itu yang punya kategori bencana itu ada 10 persennya, sekitar 200 sekian. Itu kategorinya bencana. paling banyak longsor, banjir,” bebernya.
Lebih lanjut hingga kini, bencana yang menimbulkan korban jiwa adalah tanah longsor di Purworejo yang menewaskan empat orang. “Kalau yang memakan korban jiwa itu longsor di Purworejo sementara itu yang longsor, banjir Alhamdulillah semoga tidak terjadi meninggal dunia lagi,” jelasnya. (luk/gih)