PATI, Joglo Jateng – Kepala Desa (Desa) Suwatu Kecamatan Tlogowungu Kabupaten Pati diduga melakukan sejumlah perbuatan melanggar hukum saat pelaksanaan pengisian perangkat desa (Perades) di desanya. Antara lain yakni dugaan melakukan kecurangan penetapan skor hasil ujian, pemerasan dan memalsukan Surat Keputusan (SK) pengabdian.
Hal ini mencuat berdasarkan hasil temuan Institut Hukum dan Kebijakan Publik (InHK). Lembaga ini telah mengemukakan temuan tersebut saat audiensi di Kantor Kecamatan Tlogowungu, Jumat (20/12/24). Audiensi itu dihadiri oleh Kades Suwatu, mantan panitia pengisian Perades Suwatu, Camat dan Sekertaris Camat (Sekcam) Tlogowungu.
Divisi Advokasi InHK, Kristoni Duha mengatakan, pihaknya menemukan sejumlah temuan kejanggalan dalam pengisian Perades Suwatu. Salah satunya terkait tidak lolosnya calon Perades Formasi Kaur Perencanaan yakni bernama Fahruddin Baharsah.
Lelaki berusia 25 tahun itu dinyatakan tidak lolos lantaran skor hasil ujian tertulisnya masih kurang dari angka 50. Janggalnya, skor hasil ujian tertulis itu ditetapkan oleh panitia pengisian Perades Suwatu.
Toni pun menjelaskan bahwa penentuan skor pengisian Perades diatur dalam Pasal 34 ayat 4 Perbup 35 tahun 2023. Peraturan itu berbunyi bahwa setelah dilaksanakan ujian tertulis, pihak ketiga mengoreksi dan menetapkan hasil ujian dengan skor.
“Pertama terkait skor hasil ujian tertulis. Kalau kita baca Pasal 34 ayat 4 Perbup 35 tahun 2023 bahwa yang mempunyai wewenang untuk memberikan skor ujian tertulis adalah pihak ketiga dalam hal ini Universitas Indonesia (UI),” jelas dia.
Namun dalam hasil pengisian Perades Suwatu ini, skor hasil ujian justru bukan dari pihak UI. Pasalnya, dalam berita acara dari pihak ketiga itu hanya berupa nilai ujian bukan skor ujian.
“Tapi faktanya, hasil yang diberikan UI ini tidak ada skor tapi hanya nilai ujian tertulis. Padahal judulnya rekapitulasi hasil ujian tertulis. Tapi yang tertulis hanya nilai. Tidak ada penetapan skor dari UI. Sehingga sangat dipertanyakan ini skor apa nilai. Meskipun dalam kolom nilai, harusnya UI itu memberikan penetapan skor,” terangnya.
Menurutnya Toni, skor hasil ujian justru dilakukan oleh panitia pengisian Perades Suwatu salah kaprah. Karena hal tersebut dinilai menyalahi aturan.
“Panitia memberikan pen-skoran ujian tertulis. Padahal panitia tidak punya wewenang dan hal untuk memberikan skor hasil ujian tertulis. Mereka hanya memiliki wewenang skor hasil pengabdian,” sebutnya.
Kemudian yang kedua, InHK menemukan adanya dugaan pemalsuan surat keputusan (SK) yang dilakukan oleh Kades Suwatu. SK yang diduga palsu itu digunakan untuk meloloskan salah satu perangkat desa di desa tersebut.
“Kedua kita temukan ada dugaan surat keputusan yang digunakan sebagai jasa pengabdian dan skor jasa pengabdian digunakan oleh saudara Rizki Miftahul Ulum yang diduga kuat itu SK palsu. Karena SK yang milik Fahrudin di kolom nomor 9 tidak ada pengurusnya, nihil, ini sama dengan SK yang diserahkan oleh perangkat desa terpilih yang namanya Imam Aziz yang sekarang dilantik menjadi Carik atau Sekertaris Desa,” bebernya.
Toni menegaskan bahwa di dalam SK tersebut juga terdapat tanda tangan dan stempel Pemerintah Desa (Pemdes) Suwatu. Bahkan, ia menyebut Kades Suwatu juga tak membantah saat ditanya terkait dugaan pemalsuan SK tersebut saat audiensi.
“Kades tadi juga mengakui tanda tangan dan stempel desa (di dalam SK yang diduga palsu). Di SK Riski Miftahul Ulum itu di kolom 9 dia sebagai wakil Bendahara 2. Itu sangat dipertanyakan. Besar dugaan itu dokumen palsu atau SK palsu,” ungkapnya.
Sedangkan temuan ketiga yakni terkait dugaan pemerasan dalam pengisian Perades Suwatu. Salah satunya Fahruddin yang mengaku dimintai uang oleh Kades Suwatu supaya bisa diloloskan jadi perangkat desa.
“Selama seleksi pengisian perangkat desa itu, Kades itu selalu menghubungi para calon. Termasuk Fahruddin. 3 Oktober sampai 29 Oktober masa seleksi. Ada dugaan yang sangat kuat Kades ini menyalah gunakan kekuasaan untuk memeras para calon dan menjanjikan akan lolos,” sebutnya.
Ia menyebut, Fahruddin diminta uang hingga sebesar Rp 200 juta untuk bisa menduduki kursi Kaur Perencanaan di desanya. Karena Fahrudin ini tidak memberikan sejumlah uang yang diminta itu, dia dinyatakan tidak lolos oleh panitia.
“Permintaan pertama itu Rp 150 juta. Kemudian naik Rp 200 juta waktu ketemu langsung antara Kades dan orang tua Fahrudin di rumah. Tapi itu tidak penuhi orang tua Fahruddin sehingga faktanya Fahruddin dinyatakan tidak lolos,” pungkasnya.
Saat dikonfirmasi usai audiensi di Kantor Kecamatan Tlogowungu, Kades Suwatu enggan memberikan tanggapan terkait dugaan yang dilayangkan kepadanya.
Sementara itu, Camat Tlogowungu, Tony Romas Indriarsa mengaku telah memberikan penjelasan terkait temuan kejanggalan pengisian Perades di Suwatu itu.
“Sudah kita berikan penjelasan. Panitia sudah berkerja dengan aturan. Skor sudah ada dalam Perbup, sudah jelas di situ, panitia sudah melaksanakan itu,” ucap dia.
Saat ditanya terkait dugaan pemalsuan dan pemerasan, pihaknya mempersilahkan jika persoalan tersebut diselesaikan dalam jalur hukum.
“(Soal hukum) Itu hak mereka. Kita tidak bisa membatasi mereka. Hak warga negara melakukan apa saja terserah,” pungkasnya. (lut/fat)