Jepara  

PHK Menjadi Masalah Utama bagi Buruh

Kepala Bidang Ketenagakerjaan Diskopukmnakertrans Jepara, Abdul Mu'id. (LIA BAROKATUS SOLIKAH/JOGLO JATENG)

JEPARA, Joglo Jateng – Sepanjang tahun 2024, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menjadi isu paling banyak dilaporkan oleh para buruh di Kabupaten Jepara kepada Dinas Koperasi, UKM, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi (Diskopukmnakertrans) Kabuapten Jepara. Berdasarkan data yang diterima, hingga Oktober 2024, tercatat ada 92 aduan dari buruh, di mana 57 di antaranya berkaitan dengan PHK.

Kepala Bidang Ketenagakerjaan Diskopukmnakertrans, Abdul Mu’id, mengungkapkan bahwa banyaknya aduan mengenai PHK disebabkan oleh perusahaan yang memutuskan hubungan kerja secara sepihak. Hal ini sering terjadi pasca berakhirnya Perjanjian Kerja Bersama (PKB), yang membuat buruh merasa tidak terima dan mengadu ke dinas.

Baca juga:  Ratusan Buruh Aksi Kawal Rekomendasi UMK dan UMSK Jepara 2025

“Aduan paling banyak karena pemutusan hubungan kerja, sebanyak 57 aduan,” terang Mu’id pada Joglo Jateng, Senin (23/12/24).

Mu’id menjelaskan, masalah PHK ini umumnya timbul akibat kurangnya komunikasi antara perusahaan dan buruh. Perbedaan pemahaman mengenai peraturan perusahaan sering terjadi, terutama ketika sosialisasi dilakukan tanpa melibatkan buruh atau buruh tidak sepenuhnya memahami ketentuan yang ada.

“Akibatnya, buruh beranggapan tidak ada masalah, sementara perusahaan menganggap sebaliknya. Komunikasi antara keduanya kurang efektif,” terangnya.

Sebagai langkah penyelesaian, Diskopukmnakertrans biasanya memanggil kedua belah pihak untuk klarifikasi. Jika inti masalah sudah dipahami, proses mediasi akan dilakukan. Dari mediasi tersebut, beberapa kasus berakhir dengan kesepakatan, di mana buruh menerima keputusan PHK dan perusahaan memenuhi hak-hak buruh sesuai ketentuan.

Baca juga:  Tabur Bunga di Lokasi Kecelakaan, Warga Jepara Soroti Kerusakan Jalan

Selain itu, ada 34 aduan lainnya yang berkaitan dengan hak-hak pekerja dan satu aduan terkait perselisihan antar Serikat Pekerja.  “Sebanyak 33 persen dari keseluruhan aduan, berhasil diselesaikan dengan perjanjian bersama, menunjukkan bahwa ada upaya untuk mencapai kesepakatan antara kedua belah pihak,” tutupnya. (oka/gih)