Direktur Semarang Zoo: Libur Nataru Momen Belanja Masalah dan Solusi

SUASANA: Pengunjung saat memasuki area wisata Semarang Zoo, Rabu (25/12/24). (ISTIMEWA/JOGLO JATENG)

SEMARANG, Joglo Jateng – Libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) menjadi salah satu momen bagi pengelola tempat wisata, termasuk Taman Satwa Semarang atau Semarang Zoo yang menyerap kritik dan masukan dari pengunjung.

Salah satu pengunjung, Ali, warga Kabupaten Demak mengaku sempat bingung saat berkunjung ke kebun binatang kebanggaan warga Kota Semarang itu. Sebelumnya, ia terakhir datang sekitar 14 tahun yang lalu.

“Saya bingung dengan rutenya, tidak ada petunjuk jalan, bahkan pintu gerbang juga tidak ada tulisan kebun binatang, cuma ada tulisan Semarang apa gitu (Semarang Zoo,-red),” akunya dengan polos, Rabu (25/12/24).

Berbeda dengan Ali, warga Grobogan bernama Siti yang datang bersama suami dan dua anaknya tidak kebingungan mencari lokasi tempat rekreasi, edukasi dan konservasi Semarang Zoo. “Tempatnya bagus, dekat dengan tol, mudah dicari,” ujarnya.

Baca juga:  Okupansi Hotel di Jateng Turun selama Libur Nataru

Ungkapan senada disampaikan Ali, warga Kudus yang mampir ke taman satwa Semarang setelah menjenguk keluarga di RSUP dr Kariadi Semarang. Ia terakhir berwisata di Semarang Zoo pada tahun 2015. “Perubahannya drastis, daripada tahun 2015 ini sudah cukup memuaskan,” ujarnya.

Kendati demikian, dirinya mengaku kurang nyaman dengan akses yang ada di dalam lokasi kebun binatang. “Ya jalannya ini lho masih ada yang becek, mungkin ini karena pas Desember, musim hujan,” ungkapnya.

Selain perbaikan sarana dan fasilitas, dirinya juga berharap ada tambahan koleksi satwa, “Maksudnya kalau gajah itu tidak hanya tiga, tapi ada beberapa dan juga yang anak (anakan gajah,-red),” katanya.

Warga Kota Semarang, Kholid juga mengakui adanya perubahan meski dirinya baru datang sekali sejak taman satwa pindah dari Tinjumoyo Gunungpati. “Baru sekali ini karena kemarin kan katanya ada pembaruan tempat, ternyata memang ada pembaruan tempat, kata-katanya (yang ia dengar,-red) dulu tidak seperti ini,” bebernya.

Baca juga:  Agustina-Iswar Diharapkan Jaga Keseimbangan Ekonomi dan Lingkungan

Dirinya berharap ada tambahan koleksi dan penjaga yang siap di setiap sudut. “Kalau bisa sih ditambah binatangnya, tiap tempat juga ada penjaganya. Jadi kalau bingung kan tanya-tanya bisa lebih mudah dan lengkap,” tuturnya.

Menanggapi hal itu, Direktur PT Taman Satwa Semarang, Bimo Wahyu Widodo menuturkan ada standar tersendiri bagi Semarang Zoo dalam berbenah. Baik sebagai sebuah lembaga konservasi, edukasi maupun rekreasi atau pariwisata. “Yang memerlukan biaya tertinggi itu apa? Standar, agar dia (satwa,-red) bisa hidup seperti di alam liar, ini biaya tinggi,” ungkapnya.

Karena, lanjutnya, menyesuaikan dengan kebiasaan gerakan satwa. Ia contohkan gajah membutuhkan minimal 1500 meter persegi. “Kalau gajah kita tiga ya dikalikan tiga, berarti kan 4.500 meter persegi,” jelasnya.

Baca juga:  Biskuit Kokola Berbagi Kebahagiaan Bersama Komunitas Difabel di Semarang

Ia mengakui banyak sarana dan prasarana yang mendukung, baik dalam pelestarian tumbuhan, hewan maupun untuk kenyamanan pengunjung. “Kita rencanakan menuju ke sana, jadi kita cita-citakan kalau bisa Semarang Zoo ini menjadi lembaga tipe A,” ucapnya.

Menurut Bimo, dalam perencanaan pembangunan 1 hektar lahan setidaknya membutuhkan anggaran lebih dari 10 miliar. “Kalau di sini 9 hektar ya paling gak Rp96 sampai Rp100 miliar,” paparnya.

Untuk itu, Bimo bilang, dirinya akan melakukan koordinasi dengan Pemerintah Kota Semarang, BKSDA, dan Kementerian Kehutanan agar rencana yang disusun untuk lima tahun ke depan bisa segera direalisasikan. “Kita ikuti aturannya menuju lembaga tipe A,” tuturnya. (*/gih)