Mahasiswa Bersuara, Soroti Kebijakan Ekonomi

Muhammad Farhan Prabulaksono (21), Mahasiswa Semester 7 Program Studi Sejarah FIB Undip. (FADILA INTAN QUDSTIA/JOGLO JATENG)

SEMARANG, Joglo Jateng – Harapan kepada pemerintahan baru turut disampaikan mahasiswa Program Studi Sejarah FIB Undip, Muhammad Farhan Prabulaksono (21). Dirinya berharap agar pemerintah dapat mempertimbangkan kembali kenaikan PPN menjadi 12 persen.

“Saya harap agar pemerintah mempertimbangkan kenaikan PPN ini tidak jadi terealisasikan di tahun 2025. Sehingga, masyarakat tidak perlu khawatir untuk membeli barang atau jasa,” ucapnya saat ditemui Joglo Jateng, belum lama ini.

Menurutnya, kenaikan PPN 12 persen ini sangat berpengaruh dalam keberlangsungan hidup masyarakat. Terlebih lagi, bagi anak-anak muda yang memiliki gaya hidup kelas menengah atas, sehingga hal ini membuat mereka berpikir untuk tidak menggunakan uangnya untuk hal-hal yang bersifat sekunder.

Baca juga:  Taj Yasin Dorong Karawitan dan Dalang Anak Pentas di Kota Lama

“Banyak sekali PR yang perlu dibenahi oleh pemerintah yang baru dan menurut saya yang paling urgent bidang ekonomi karena kalau kita melihat ekonomi masyarakat sekarang ini nilai tukar rupiah mulai jelek, dan daya beli masyarakat ambruk,” jelasnya.

Sementara itu, Mahasiswa Semester 9 Jurusan PPKN Fakultas Fisip Unnes, Elzandya Hannan Brilliana (22) menegaskan, kasus kekerasan seksual (KS) harus ditangani sampai tuntas di tahun 2025 mendatang. Pasalnya, banyak sekali fenomena kasus kriminalitas yang kerap terjadi di lingkup perguruan tinggi di Kota Semarang yang terhenti karena proses hukum yang panjang dan senioritas tinggi. Apalagi jika terduga pelakunya berasal dari kalangan dosen.

Baca juga:  Bawaslu Kota Semarang Siap Beri Keterangan Terkait Perselisihan Hasil Pemilihan

“Berharap kekerasan seksual di Kota Semarang dapat diminimalisir dan penanganan kasus seperti itu di selesaikan. Kadang mereka (korban, Red.) tahu mendapat KS tapi mereka takut bilang sehingga merasa tidak berharga dan berakhir pasrah,” ungkapnya.

Oleh karena itu, dirinya mendorong pada masa pemerintah Prabowo Subianto agar berperspektif gender. Mulai dari penanganan kasus kekerasan seksual yang melibatkan perempuan dan anak sampai memberikan hukuman seadil-adilnya kepada pelaku KS.

“Harapannya mereka (korban, Red.) speak up dan mendapatkan perlindungan sampai tuntas. Harus cepat selesai karena menurut saya aparat penegak hukum (APH) banyak mereka juga yang pintar dan kuliah bertahun tahun. Tetapi kendalanya kenapa mengurus kasus KS bisa sampai bertahun tahun?,” pungkasnya. (int/adf)