Jepara  

Pengrajin Jepara Berharap Pemerintahan Baru untuk Majukan Kembali Industri Ukir

TELITI: Salah satu pengrajin patung asal Mulyoharjo, Kecamatan Jepara, Karyono saat membuat ukir patung hewan di kediamannya, Senin (30/12/24). (LIA BAROKATUS SOLIKAH/JOGLO JATENG)

JEPARA, Joglo Jateng – Kabupaten Jepara sebagai kota ukir, memiliki tantangan serius yang dihadapi oleh para pengrajin ukir. Kelemahan dalam sumber daya manusia (SDM) pengrajin menjadi sorotan utama, terutama menurunnya jumlah pengukir baru yang siap melanjutkan tradisi kerajinan ukir Jepara.

Di tengah harapan baru yang dibawa oleh pemerintahan baru, para pengrajin ukir di Jepara menaruh harapan besar. Salah satu pengrajin patung asal Mulyoharjo, Kecamatan Jepara, Karyono, mengungkapkan bahwa berkurangnya SDM pengrajin disebabkan oleh kemerosotan harga jual produk ukir dan gaji yang minim, membuat banyak pengrajin beralih profesi.

Ia mengharapkan pemerintah memberikan ruang yang lebih luas untuk mendatangkan buyer, baik dari dalam negeri maupun internasional agar industri meubel di Jepara kembali diperhatikan. “Kami berharap karir pengrajin ukir bisa ditekankan lagi. Saat ini, para pengrajin dalam kondisi melemah, tidak seperti dahulu,” ujarnya kepada Joglo Jateng, Senin (30/12/24).

Baca juga:  Polisi Selidiki Dugaan Balita Diperkosa

Ia mengungkapkan bahwa persaingan di pasar industri meubel ke depan akan semakin ketat, dan para pengrajin perlu sosialisasi untuk memperluas jangkauan penjualan. “Tantangan masa depan akan lebih ketat lagi, jika kita hanya mengandalkan cara-cara lama pasti akan tertinggal. para pengrajin tentu sudah memiliki inisiasi agar ukir bisa terus hidup, tinggal fasilitas nya yang perlu didorong betul,” ucapnya.

Sementar itu, pegiat dan pelestari ukir Jepara asal Mantingan, Kecamatan Tahunan, Ali Afendi, menjelaskan bahwa bersama paguyuban pengrajin, mereka pernah mengajukan konsep pembuatan pasar kerajinan di sepanjang jalan yang berjarak 100 meter dari bibir pantai, tepatnya di daerah Balonk, Kecamatan Kembang.

Baca juga:  Dukung Ketahanan Pangan, Bhabinkamtibnas Diterjunkan

Konsep tersebut sempat diajukan pada Bupati Jepara Hendro Martojo periode 2002-2007. Sayangnya, konsep itu tidak dilanjutkan setelah pergantian kepemimpinan. “Tanah seluas 100 meter dari bibir pantai itu kan milik daerah dan tidak diperkenankan untuk dijual. Kami mengajukan itu sebagai pasar kerajinan, tetapi tidak dilanjutkan,” jelasnya.

Konsep pasar kerajinan itu direncanakan akan menampilkan berbagai produk kerajinan Jepara, termasuk ukiran, anyaman, batik, logam, tanah liat, dan tenun. “Sebenarnya pengrajin kita itu banyak, tapi karena tidak ada pasarnya akhirnya pengrajin yang kecil kalah dengan pengusaha besar,” terangnya.

Jika pemerintah daerah menyediakan fasilitas pameran meubel, baik di tingkat daerah maupun nasional, menurut Ali, pengrajin kecil yang sering kali kalah bersaing dengan pengusaha besar akibat kurangnya akses ke pasar. Pihaknya pun menegaskan, jika upaya revitalisasi kerajinan tidak dilakukan, Jepara bisa kehilangan identitasnya sebagai kota ukir dan beralih menjadi pusat industri garmen.

Baca juga:  Ketua DPRD Jepara Harap Expo UMKM Jadi Agenda Rutinan

Sebagai langkah alternatif, Ali berharap pemerintah dapat mendirikan museum ukir dan memberikan perhatian lebih terhadap pengembangan SDM pengrajin. Dengan dukungan yang tepat, kata dia, diharapkan Jepara dapat kembali bangkit dan mempertahankan tradisi kerajinan ukir yang telah menjadi ciri khas kota ini.

“Dengan konsep seperti itu, bagi kami memang sangat ideal. Seperti hal nya di Mulyoharjo, itu kan sudah terkenal sebagai sentra patung. Kenapa di sana bisa, tapi tidak merambah lebih luas lagi. Minimal kita perlu memulai dengan sedikit demi seidikit,” harapnya. (oka/gih)