Pati  

Petani Pati Soroti Sulitnya Pupuk Subsidi dan Akses Jalan Pertanian

MERAWAT: Petani sedang menyemprotkan pestisida ke tanaman padi sambil berjalan di pematang sawah, belum lama ini. (LUTHFI MAJID/JOGLO JATENG)

SEKTOR pertanian menjadi kunci utama dalam pemenuhan pangan masyarakat. Namun, sektor ini masih kerap jadi perbincangan hangat karena sejumlah masalahnya.

Masih banyak persoalan yang dialami petani di daerah, tak terkecuali di Kabupaten Pati. Petani di daerah berjuluk Bumi Mina Tani ini masih sering kali mengeluhkan sulitnya pupuk subsidi hingga akses jalan pertanian yang belum sepenuhnya optimal.

Kondisi tersebut salah satunya dirasakan oleh Kamelan, petani asal Desa Jambean Kidul Kecamatan Margorejo Pati. Menggarap lahan seluas 4 hektare tentunya tidak mudah bagi Kamelan jika tidak didukung kebijakan yang tepat dari pemerintah. Utamanya terkait pupuk subsidi.

Menurutnya, pupuk subsidi sebenarnya sangat membantu petani jika dikucurkan sesuai dengan kuota. Namun karena pasokan pupuk subsidi ini sering kali terbatas sehingga justru kerap menyulitkan para petani.

“Selama subsidi yang dikucurkan sesuai kuota, bagi petani sangat membantu. Tetapi kalau subsidinya hanya sebagian, itu justru membikin masalah baru karena rawan dipermainkan. Ujung-ujungnya petani lagi yang dirugikan,” kata dia.

Kamelan menilai, pupuk subsidi masih perlu dilanjutkan jika pemerintah memiliki langkah penertiban yang tegas. Namun jika sulit dikendalikan, menurutnya, kebijakan itu perlu ditata ulang.

Baca juga:  Tingkatkan Kualitas Guru Melalui In House Training Jurnalistik dan Literasi

“Tetapi kalau memang pemerintah tidak bisa menertibkan subsidinya, mendingan subsidi itu di cabut. Kalau subsidi dicabut, HPP (Harga Pembelian Pemerintah, Red.) harus dipatok tinggi. Sebagai gantinya subsidi dicabut,” tegasnya.

Ketua Serikat Petani Pati itu menyoroti program dari pemerintah terkait bantuan alsintan atau alat pertanian. Menurutnya, program tersebut tidak bisa dirasakan langsung oleh petani.

“Bantuan pertanian mestinya untuk petani. Tetapi selama ini tidak bermanfaat bagi petani. Karena misalnya petani menyewa alat combine untuk bayarnya sama dengan alat yang tidak bantuan. Begitu juga traktor, untuk penataan lahan, ketika nyewa traktor bantuan bayarnya sama dengan yang tidak bantuan. Jadi petani tidak bisa merasakan manfaat dari bantuan itu,” ucap dia.

Bantuan alsintan yang dinilai tidak bermanfaat ini, lanjut dia, lebih baik dialihkan untuk program lainnya. Misalnya perbaikan akses jalan pertanian yang saat ini belum merata.

“Anggaran pemerintah memang terbatas. Tapi ada skala prioritas. Makanya, berhubungan bantuan alsintan tidak bermanfaat bagi petani, mendingan yang diperbanyak Infrastruktur jalan usaha tani seperti irigasi. Itu relatif bermanfaat bagi petani ketimbang alsintan,” bebernya.

Baca juga:  Ombak Capai 3 Meter, Nelayan Tradisional Juwana tak Melaut

Selain alsintan, program yang menurutnya kurang bermanfaat bagi petani adalah bantuan benih. Ia menilai, bantuan benih yang diberikan pemerintah itu tidak sesuai kebutuhan para petani.

“Rata-rata tidak sesuai kebutuhan petani. Misalnya yang dibutuhkan petani benih jenis 32, tetapi yang dibantukan padi selain 32, sehingga tidak bermanfaat. Seandainya benih itu ditanam atau ditebar, kualitas itu beda dengan benih yang tidak bantuan,” sebutnya.

Dia berpandangan bahwa program bantuan benih tersebut perlu ubah caranya. Yakni tidak menggunakan produsen besar yang dianggap tidak memperhatikan kualitas benih, namun memberikan peluang kepada petani lokal yang paham karakteristik persawahan di wilayahnya masing-masing.

“Mendingan pemerintah memberikan edukasi kepada petani, pembinaan, untuk membikin benih sendiri. Taruhlah menberi peluang kepada kelompok tani atau yang lain untuk mendirikan pabrik benih skala kecil untuk memenuhi kebutuhan sekitarnya. Itu justru malah bermanfaat,” ucap dia.

Persoalan yang dirasakan tak hanya itu. Petani juga merasakan kesulitan peningkatan produktivitas hasil panen. Tak terkecuali akibat serangan hama seperti tikus dan hamanya.

Baca juga:  Angka Dispensasi Kawin di Pati Capai 320 Kasus pada 2024

Belum lagi soal kesuburan tanah lahan pertaniannya. Sehingga ia menyebut program pompanisasi yang dijalankan oleh pemerintah perlu melihat kondisi lahan persawahan di masing-masing wilayah. Sebab menurutnya, produktivitas tanam yang dipaksakan akan berpengaruh terhadap hasil panen.

“Unsur hara di tanah itu terbatas, lebih-lebih memang efek pupuk kimia, berpuluh-puluh tahun itu menurun tanah. Tetapi ketika dipaksa panen tiga kali, hasilnya per panen hasilnya beda dengan panen satu kali maupun dua kali,” terangnya.

Dengan pergantian tahun 2024-2025 ini, pemerintah baru pun diharapkan mampu menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut. Apalagi selama ini, petani juga sudah menggunakan peralatan modern juga telah menggunakan peralatan modern untuk mendukung kemajuan pertanian. Baik itu dalam proses penanaman maupun waktu panen.

“Panen sudah ada combine, tandur sudah ada transplanter. Sudah cukup. Paling penyemprotan menggunakan drone, tetapi juga banyak kelemahan. Pernah tak uji coba, ketika drone diaplikasikan padi yang sudah berbunga malah menghawatirkan. Putaran baling-baling drone bisa merontokkan benang sari,” pungkasnya. (lut/adf)