JEPARA, Joglo Jateng – Ratusan mahasiswa Universitas Islam Nahdlatul Ulama (unisnu) Jepara yang tergabung dalam Aliansi Jepara Menggugat menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor DPRD Kabupaten Jepara, Senin (30/12/24). Mereka menuntut anggota dewan agar bisa menyampaikan aspirasi mereka pada pemerintah perihal penolakan terhadap kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen.
Massa membawa bendera dan poster-poster berisi tuntutan. Mereka meneriakkan yel-yel hingga membakar ban, meski hujan turun. Selain itu, massa juga membawa atribut berupa bendera bewarna merah, kuning dan hijau, sebagai lambang identitas mereka dari GMNI dan PMII.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unisnu Jepara, Adam Mahfudz menyampaikan bahwa aksi massa membawa 6 tuntutan, di antaranya mendesak Presiden segera mengeluarkan Perppu untuk membatalkan kenaikan PPN 12 persen, Pemerintah segera mengimplementasikan pajak emisi karbon yang sempat tertunda di tahun 2022, dan mendorong Pemerintah untuk menerapkan kebijakan pajak kekayaan yang menyasar individu berpenghasilan tinggi.
Kemudian, mendorong Pemerintah untuk menerapkan kebijakan pajak kepada komoditas besar seperti tambang, sawit, batu bara, mendesak pemerintah agar meninjau Kembali APBN yang terbuang sia sia untuk proyek proyek strategis nasional, serta Mendorong pemerintah untuk melakukan Judicial Review terhadap UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
“Ada beberapa tuntutan tapi pada pastinya menuntut adanya kenaikan PPN 12 persen. Kami selaku mahasiswa dan masyarakat kabupaten jepara sepakat untuk menolak hal itu,” tegas Adam kepada Joglo Jateng.
Ia menyebut, daripada menaikan PPN 12 persen, pemerintah seharusnya bisa lebih fokus untuk mengoptimalkan beberapa komuditas yang telah dihasilkan seperti, hasil pertambangan. Ia ingin pemerintah bisa melakukan substantial review terhadap kenaikan PPN.
“Kami ingin memaksimalkan dan mendesak pemerintah agar bisa memaksimalkan pajak komuditas batubara, tambang dan lainnya,” ujarnya.
Ia menegaskan jika tuntutan PPN 12 persen tidak dipenuhi, massa akan kembali melakukan aksi lebih besar. “Ketika tuntutan kami tidak diterima tidak di follow up oleh DPRD Jepara akan turun aksi lebih banyak lagi,” ungkapnya.
Saat demonstrasi berlangsung, pimpinan DPRD Jepara beserta jajarannya keluar untuk menemui para aksi massa. Pimpinan DPRD Jepara mengajak para mahasiswa untuk mengajukan perwakilan untuk melakukan audiensi di dalam gedung DPRD Jepara. Namun ajakan dari pimpinan DPRD Jepara ditolak oleh para aksi demo.
“Pada intinya kami berangkat dari titik kumpul bersama-sama dan disuruh masuk perwakilan. Ketika satu masuk, harus masuk semua,” tambah Adam.
Senada dengan hal itu, Ketua PMII Jepara, Muhammad Abid Birrul Jabbar Shobir mengatakan bahwa kenaikan PPN 12 persen memang merugikan masyarakat. Menurutnya kebijakan itu beririsan dengan elemen masyarakat. “Karena yang didalamnya adalah masalah konsumtif, kebutuhan pokok masyarakat menjadi persoalan,” ucap Abid.
Ketua GMNI Jepara, Gofarudin Zakaria, menyatakan bahwa kebijakan kenaikan PPN menjadi 12 persen tidak didasarkan pada kajian akademik yang memadai. Ia menjelaskan bahwa saat PPN ditetapkan sebesar 11 persen, tujuan utamanya adalah untuk menstabilkan ekonomi Indonesia yang sedang dilanda krisis akibat wabah Covid-19. Namun, setelah melakukan kajian lebih mendalam, ia berpendapat bahwa terdapat sektor-sektor lain yang perlu dimaksimalkan, bukan hanya fokus pada PPN.
Gofarudin menegaskan bahwa program kenaikan PPN ini tidak memiliki dasar yang kuat dan tidak akan menjadi solusi bagi Indonesia. Ia juga menyoroti bahwa kenaikan PPN sebesar 12 persen bertujuan untuk mendukung APBN, termasuk program populis dan pembayaran utang negara.
“Di era pemerintahan Prabowo, negara harus membayar bunga utang sebesar 500 triliun, yang dihasilkan dari PPN,” tambahnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Jepara, Pratikno, mengaku wajar adanya demo dari masyarakat sebagai respon atas rencana pemerintah menaikkan tarif PPN menjadi 12 persen. Ia sendiri berharap, suara dari masyarakat dapat didengar oleh pemerintah pusat.
“Harapannya pemerintah pusat mendengarkan dan bisa mencarikan solusi, tanpa harus menaikkan pajak. Bisa dari sektor lain, sumber daya alam yang belum tergarap ini kan juga banyak,” katanya. (oka/gih)