JEPARA, Joglo Jateng – Tingginya jumlah Anak Tidak Sekolah (ATS) di Kabupaten Jepara cukup memprihatinkan. Berdasarkan data dari Tim Penanganan Anak Tidak Sekolah (PATS) Jepara, terdapat 4.082 anak berusia 7 hingga 18 tahun yang berstatus ATS.
Dari jumlah tersebut, 2.842 anak memilih untuk bekerja, 301 anak memiliki kebutuhan khusus, 133 anak memilih untuk menikah, 36 anak menjadi korban perundungan, dan 456 anak tidak bersekolah karena faktor biaya. Selain itu, 45 anak sengaja meninggalkan bangku sekolah akibat pengaruh lingkungan, khususnya terlibat dengan anak punk.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jepara, Agus Sutisna, menyampaikan bahwa pihaknya akan terus mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya pendidikan bagi anak.
Ia juga menegaskan bahwa Sekolah Dasar Negeri (SDN) dan Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) yang berada di bawah naungan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) menyediakan program wajib belajar secara gratis.
“Ini adalah tanggung jawab bersama untuk membangun kesadaran akan pendidikan di keluarga. SD dan SMP adalah tanggung jawab pemerintah,” jelasnya kepada Joglo Jateng, Minggu (5/1/25).
Sebagai institusi yang memiliki fungsi controlling, DPRD akan memastikan bahwa kebijakan pemerintah di sektor pendidikan diimplementasikan dengan baik, tanpa adanya pungutan liar yang melanggar regulasi.
Masyarakat diminta untuk tidak khawatir dalam menyekolahkan anak-anak mereka jika terkendala finansial. Karena satuan pendidikan di bawah naungan pemerintah atau Disdikpora tidak memungut biaya.
“Upaya ini diharapkan dapat memberikan semangat bagi orang tua yang merasa tidak mampu untuk mengantarkan anaknya ke sekolah,” tambahnya.
Lebih lanjut, program ‘Satu ASN, Satu Anak Tidak Sekolah’ menjadi salah satu solusi untuk mengatasi masalah anak tidak sekolah di Kabupaten Jepara. “Ini adalah upaya kami agar jumlah ATS berkurang sejalan dengan kebijakan pemerintah,” tutupnya. (oka/gih)