KUDUS, Joglo Jateng – Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kudus mencatat jumlah warga miskin di daerah ini mencapai 65,7 ribu jiwa pada 2024. Angka tersebut menunjukkan kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 65,1 ribu jiwa pada 2023. Namun persentase kemiskinan justru mengalami penurunan tipis, dari 7,24 persen menjadi 7,23 persen.
Kepala BPS Kudus, Eko Suharto menyebutkan, mayoritas dari kelompok masyarakat miskin di Kudus berasal dari pekerja informal. Terutama buruh tani dan petani yang tidak memiliki lahan. Menurutnya, kelompok ini adalah golongan yang paling rentan terhadap kemiskinan di wilayah pedesaan.
“Sebagian besar dari mereka adalah buruh tani, yang kehidupannya sangat bergantung pada musim dan hasil pertanian yang tidak menentu,” ujar Eko.
Di kawasan perkotaan, pekerja informal dengan pendapatan yang masih rendah, serta lanjut usia (lansia) yang sudah tidak bekerja, juga menjadi kelompok yang mendominasi angka kemiskinan. Mereka memiliki pengeluaran yang sangat terbatas, sehingga masuk dalam kategori miskin.
“Mereka biasanya pengeluarannya kecil, dan sebagian besar mengandalkan bantuan sosial atau pekerjaan yang tidak tetap,” tambahnya.
Eko mengungkapkan, untuk menentukan apakah seseorang tergolong miskin, BPS menggunakan batasan garis kemiskinan yang mencakup pengeluaran untuk kebutuhan makan dan non-makan. Pada 2024, garis kemiskinan di Kudus tercatat sebesar Rp550 ribu per kapita per bulan, mengalami kenaikan dari angka tahun lalu yang sebesar Rp520,8 ribu.
Meskipun angka kemiskinan menunjukkan peningkatan dalam jumlah absolut, namun penurunan persentase kemiskinan menggambarkan adanya sedikit perbaikan dalam kondisi ekonomi secara keseluruhan. Pemerintah dan pihak terkait diharapkan terus fokus pada pemberdayaan sektor informal.
“Bahkan harus fokus terhadap peningkatan akses terhadap pekerjaan yang lebih baik guna mengurangi kemiskinan secara signifikan di masa mendatang,” bebernya. (adm/fat)