Pemkot Semarang Upayakan Pengurangan Kawasan Kumuh

PEMAPARAN: Wali Kota Semarang Hevearita G Rahayu saat mempresentasikan penilaian nominasi Lomba Hari Habitat Provinsi Jawa Tengah 2025 di hadapan tim juri di Hotel Khas Semarang, Kamis (9/1/25). (HUMAS/JOGLO JATENG)

SEMARANGJoglo Jateng – Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang terus mengupayakan pengurangan kawasan kumuh di wilayahnya. Berdasarkan capaian dan keberhasilan di tahun 2023 lalu, penghapusan kawanan itu tercatat pada rekor tertinggi sebesar 192 hektare.

Hal itu disampaikan saat presentasi penilaian nominasi Lomba Hari Habitat Provinsi Jawa Tengah 2025 di hadapan tim juri di Hotel Khas Semarang, Jalan Depok No.33, Kelurahan Kembangsari, Kecamatan Semarang Tengah.

Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, menjelaskan bahwa berbagai upaya telah dilakukan untuk menciptakan lingkungan yang lebih bersih, sehat, nyaman dan adaptif terhadap kerentanan bencana serta perubahan iklim. Pihaknya juga berkomitmen, untuk terus mengurangi kawasan kumuh hingga mencapai 0 persen.

Baca juga:  Partai Buruh Jateng Akan Gugat Parliamentary Threshold

“Di tahun 2024 ini, menyisakan 44 hektar kawasan kumuh dari total seluas 431 hektare,” ucapnya melalui keterangan tertulis yang diterima Joglo Jateng, Kamis (9/1/25).

Lebih lanjut, dirinya mengungkapkan, adapun sejumlah upaya dilakukan dengan meningkatkan inovasi pengurangan kawasan kumuh, menghidupkan lahan tidur, serta mempertahankan wilayah bebas kumuh yang telah terselesaikan. Hal ini dilakukan sebagai kota pesisir dengan pertumbuhan dinamis.

“Untuk penanganan kawasan kumuh di wilayah Kelurahan Tugu, Mangkang Wetan dan Mangunharjo telah dilakukan normalisasi Sungai Bringin yang telah selesai dan akan dilanjutkan dengan normalisasi Sungai Plumbon yang saat ini telah selesai proses pembebasan lahan,” jelasnya.

Baca juga:  Pj Bupati Kudus Diminta Selesaikan Penyerapan Anggaran

Selain itu, adanya optimalisasi pengelolaan sampah, rehabilitasi kawasan mangrove, perbaikan infrastruktur jalan. Lalu, ada juga program Rumah Tidak Layak Huni (RTLH), dan peningkatan infrastruktur irigasi.

Sebagai langkah adaptasi iklim, kata Mbak Ita, dilakukan pemanenan air hujan, peresapan air melalui biopori, penanaman sistem hidroponik memanfaatkan air limbah AC dan aquaponik memanfaatkan air limbah lele. “Ada juga penanaman padi biosalin yang menjadikan produktivitas lahan payau lebih tinggi, serta upaya lainnya, “katanya.

Di sisi regulasi, Pemkot Semarang telah mengesahkan Perda Penyelenggaraan Kawasan Perumahan dan Permukiman. Hal ini sebagai langkah pencegahan dan mitigasi bencana kewilayahan. “Keberhasilan di wilayah Tugu ini adalah hasil kerja keras seluruh pihak, baik dari pemerintah, masyarakat, maupun mitra lainnya. Kami optimis kawasan kumuh dapat berkurang hingga 0 persen di masa mendatang termasuk melalui kepemimpinan yang baru,” katanya. (int/gih)