Pati  

Petani Pundenrejo Desak DPRD Kembalikan Tanah dari PT LPI

AKSI: Petani Pundenrejo bersama kuasa hokum menyuarakan tuntutan pengembalian hak atas tanah di depan DPRD Kabupaten Pati pada Senin 20 Januari 2025. (NUR MAIDAH /JOGLO JATENG)

PATI, Joglo Jateng – Puluhan petani Desa Pundenrejo, Kabupaten Pati, mendatangi Kantor DPRD untuk melakukan audiensi, didahului dengan istighosah dan doa bersama. Mereka menuntut pengembalian hak atas tanah yang diduga dirampas oleh PT LPI. Konflik agraria ini terus menjadi persoalan serius yang belum menemui jalan keluar.

Kuasa hukum petani, Nimerodi Gulo, menyampaikan bahwa secara hukum PT LPI tidak lagi memiliki hak atas tanah tersebut. Ia menjelaskan bahwa Hak Guna Usaha (HGU) PT LPI telah berakhir pada 27 September 2024. Oleh karena itu, menurut hukum, tanah tersebut seharusnya kembali kepada negara. “Tanah itu bukan lagi milik PT LPI. Negara yang berwenang menentukan peruntukannya, dan kami mendesak agar tanah ini diberikan kepada petani yang memang berhak,” tegas Nimerodi.

Lebih lanjut, ia menyebut bahwa PT LPI telah melakukan pelanggaran hukum berupa penelantaran tanah. “Jika tanah tersebut tidak digunakan sesuai peruntukannya, itu adalah pelanggaran hukum. Negara seharusnya tidak memberikan hak penggunaan lagi kepada PT LPI, dan DPRD harus memastikan hal ini,” tambahnya. Ia juga meminta agar Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak menerbitkan izin hak pakai baru untuk PT LPI.

Dalam audiensi ini, petani juga menyuarakan pengalaman mereka saat berhadapan dengan PT LPI. Zainuddin, salah satu petani, mengungkapkan bahwa ia pernah dipaksa menandatangani dokumen yang mengakui tanah tersebut sebagai milik PT LPI. “Waktu itu ada pertemuan dengan pihak perusahaan, kami didampingi aparat polisi dan TNI. Karena takut, saya terpaksa tanda tangan, padahal saya sangat keberatan,” ungkapnya.

Zainuddin juga membantah klaim PT LPI yang menyebut telah memberikan tali asih kepada 77 warga. Menurutnya, hanya 33 orang yang menerima, dan itu pun dengan cara yang dipaksakan. “Sebagian besar petani tidak menerima tali asih itu. Kami ingin hak atas tanah kami, bukan kompensasi yang dipaksakan,” tegasnya.

Kuasa hukum juga menekankan bahwa tanah adalah hak dasar bagi petani untuk mempertahankan hidup. “Petani baru disebut petani kalau punya lahan. Negara punya kewajiban untuk memastikan rakyatnya, terutama petani, memiliki akses ke lahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,” ujar Nimerodi.

Ia menambahkan, perjuangan ini bukan hanya untuk petani Pundenrejo, tetapi juga menjadi simbol perjuangan melawan ketidakadilan agraria. “Kami akan terus berjuang agar tanah ini benar-benar dikembalikan kepada petani. PT LPI tidak berhak lagi menggunakan tanah ini untuk kepentingan apapun,” tutupnya.

Audiensi ini diharapkan menghasilkan keputusan konkret dari DPRD Kabupaten Pati untuk mendukung tuntutan para petani. Mereka juga berharap pemerintah berpihak pada kepentingan rakyat kecil dan tidak lagi membiarkan tanah jatuh ke tangan korporasi besar. (cr7)