SEMARANG, Joglo Jateng – Ketua DPRD Provinsi Jawa Tengah, Sumanto turut menanggapi pernyataan Pj Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana terkait reboisasi yang perlu dilakukan di wilayah terdampak bencana longsor dan banjir. Menurut Sumanto, upaya untuk reboisasi itu sudah tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 8 Tahun 2024 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2024-2044.
Dalam Perda RTRW itu, kata Sumanto, menerangkan bahwa jangan ada lagi pengurangan lahan hutan, tanah, maupun pertanian di Jawa Tengah untuk kebutuhan industri.
“Kita dalam RTRW sudah kencang menyampaikan bahwa tanah, hutan, pertanian, itu biar tidak ada pengurangan untuk lahan industri dan sebagainya, dari tahun kemarin dibandingkan (sebelum terbit Perda, Red.) RTRW sekarang malah tambah,” ungkap Sumanto pada awak media, Kamis (23/1/25).
Oleh sebabnya, Sumanto mendukung agar reboisasi segera diterapkan jika evakuasi bencana longsor telah rampung agar kejadian serupa tak terulang lagi.
“Penghijauan harus kita galakkan terus. Kalau gak begitu ke depannya akan makin banyak, harus begitu penanggulannya. Banjir itu salah satu penaggulangannya dengan menanam pohon kembali,” tegas Sumanto.
Lebih lanjut, menyikapi longsor dan banjir di Pekalongan, Sumanto menyebut hal itu sebagai konsekuensi dari musim penghujan. Terlebih, BMKG memprediksi musim hujan sedang-lebat masih berlangsung di Jawa Tengah, tak terkecuali Pekalongan.

“Ya ini kan namanya musim penghujan, BPBD sudah kita koordinasikan untuk segera mengevakuasi. Tentunya ini jadi konsekuensi kita bahwa setiap ada pergantian musim ada bencana banjir, tanah longsor, dan sebagainya. Kita harus mulai memetakan kembali yang kemarin sudah dilakukan, ke depannya setiap ada bencana kita sudah sigap dan siap,” jelasnya.
Sumanto menegaskan, upaya preventif atau pencegahan menjadi yang paling utama dalam menyelesaikan masalah kebencanaan. Disusul oleh kecepatan dalam penanganan.
“Bencana itu kan bisa dikarenakan alam dan manusia, yang alam gini kita tidak bisa menolak, namanya bencana, kebakaran juga gak bisa menolak. Paling utama adalah kecepatan menangani. Tanah longsor yang tidak mungkin ditinggali ya harus ada evakuasi. Supaya kalaupun itu ditempati kan rawan juga, oleh sebab itu yang penting adalah kecakapan dalam penanganan,” pungkas dia.
Terpisah, Nana Sudjana, mengumumkan jumlah korban meninggal akibat bencana longsor di Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan, bertambah menjadi 21 orang pada Rabu, 22 Januari 2025 pukul 18.20. Korban terakhir ditemukan di sungai. Hingga kemarin, 6 orang masih dinyatakan hilang.
“Fokus penanganan saat ini adalah pencarian korban hilang. Upaya pencarian dilakukan oleh tim gabungan,” ujar Nana melalui keterangan tertulis.
Untuk mengatasi dampak cuaca ekstrem yang berpotensi memperparah situasi, Nana meminta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk mengadakan operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC) di wilayah Pekalongan. Permintaan tersebut disampaikan kepada Kepala BNPB Suharyanto dalam rapat koordinasi penanganan bencana di Desa Kasimpar, Kecamatan Petungkriyono.
“Hujan selama sepekan terakhir sangat lebat dengan intensitas tinggi. Operasi TMC diharapkan membantu meminimalkan cuaca ekstrem agar proses pencarian tidak terganggu,” kata Nana.
Proses penanganan melibatkan 550 personel gabungan dari TNI, Polri, BPBD, Basarnas, Satpol PP, dan sukarelawan. Mereka dikerahkan untuk pencarian korban, membuka akses jalan, dan memenuhi kebutuhan dasar pengungsi.
Pemprov Jawa Tengah telah menyalurkan bantuan senilai Rp 207 juta. Sementara BNPB memberikan bantuan tambahan senilai Rp 289 juta. (luk/adf)