Pemilik Usaha Karaoke Jaring Pekerja dengan Menipu

KONFERENSI PERS: Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jateng, Kombes Pol Dwi Subagio saat menjelaskan kronologi kejadian TPPO kepada awak media di Halaman Kantor Ditreskrimum Polda Jateng Kelurahan Mugassari, Kecamatan Semarang Selatan, Selasa (4/2/25). (FADILA INTAN QUDSTIA/JOGLO JATENG)

SEMARANG, Joglo Jateng – Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jateng berhasil mengungkap kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang dilakukan oleh seorang pemilik usaha karaoke. Tersangka berinisial S itu menipu korban berusia 19 tahun asal Kabupaten Sragen.

Dirrkrimusus Polda Jateng, Kombes Pol Dwi Subagio menjelaskan bagaimana kasus ini terjadi. Pada 9 Januari 2025 lalu, ibu korban mendapatkan informasi dari korban yang ditawari oleh S melalui media sosial untuk bekerja sebagai pelayan di sebuah rumah makan milik S, dengan iming-iming beragam fasilitas. Seperti tempat tinggal dan makan gratis, serta pemberian gaji yang besar.

Namun, pada 29 Januari 2025 lalu, korban bercerita kepada ibu korban bahwa selama ini ia dipaksa oleh S untuk bekerja sebagai pemandu karaoke, sekaligus pekerja seks komersial (PSK).

“Berdasarkan informasi dari pelapor (ibu korban, Red.), korban saat itu ingin pulang ke rumah tapi tidak bisa karena S meminta jaminan uang tebusan sebesar Rp 1 juta agar korban bisa pulang,” ucap Dwi saat ditemui Joglo Jateng, Selasa (4/2/25).

Selanjutnya, ibu korban berkonsultasi kepada pihak UPTD PPA Jateng. Kemudian, mereka bersama-sama melaporkan kasus tersebut ke Polda Jateng.

“Setelah melakukan pemeriksaan, kami melakukan pengecekan ke lokasi. Di sana kami melakukan penindakan hukum dan menetapkan tersangka terhadap S selaku pemilik usaha karaoke yang mempekerjakan empat pemandu lagu di lokasi tersebut,” jelas Dwi.

Ia menambahkan, untuk proses perekrutan pekerja sendiri, S perlu menggunakan media sosial dengan iming-iming yang sama terhadap korban. Selain mempekerjakan orang dewasa, kata Dwi, S juga mempekerjakan anak dibawah umur sebagai LC sekaligus PSK.

“Mereka hanya perlu menggunakan syarat KTP agar bisa bekerja di sana,” ungkapnya.

Di sisi lain, ia menerangkan, S menyewakan kamar khusus yang dipergunakan untuk layanan BO bagi pelanggannya. Padahal, lokasi itu merupakan bagian dari kawasan wisata Gunung Kemukus.

“Berdasarkan penelusuran dan keterangan dari S, ditemukan adanya praktik terselubung prostitusi. Padahal lokasi itu juga merupakan wisata religi tempat wali untuk melaksanakan syiar agama Islam,” katanya.

Oleh karena itu, dirinya meminta kepada pihak pemerintah daerah (Pemda) Kabupaten Sragen untuk menertibkan lokasi itu. Hal ini dilakukan supaya kawasan wisata Gunung Kemukus dapat dikembalikan marwahnya sebagai lokasi religi.

Selain itu, menurutnya pengakuan S, ia telah menjalankan bisnis gelap ini selama setahun. Sedangkan, korban yang melaporkan ke Polda Jateng mengaku telah bekerja di lokasi itu selama dua minggu.

Sejumlah barang bukti yang diamankan. Di antaranya, beberapa botol minuman keras, uang tunai, alat kontrasepsi, dompet dan gawai.

“Tersangka kami jerat Pasal 2 UU TPPO dengan ancaman hukuman pidana minimal tiga tahun atau maksimal 15 tahun. Kemudian ada Pasal 296 KUHP dan 506 KUHP,” tegasnya.

Sementara itu, Perwakilan UPTD PPA Jateng, Novi menambahkan, pihaknya saat ini tengah melakukan pendampingan psikologis terhadap korban. Dalam hal ini, korban perlu menjalani beberapa konseling dengan psikolog dengan rentan waktu yang cukup lama.

“Kami juga ada pemeriksaan medis. Jadi dari sana kita bisa melihat apakah korban nantinya ditemukan penyakit seksual atau tidak,” katanya.

Ia melanjutkan, kasus serupa pernah dilaporkan ke UPTD PPA Jateng sekitar akhir tahun lalu. Hal itu terjadi di salah satu wilayah di Jawa Tengah. (int/adf)