BI Jateng: Inflasi Jawa Tengah Januari 2025 Turun 0,46 Persen

Kepala BI Jateng, Rahmat Dwisaputra. (ISTIMEWA/JOGLO JATENG)

SEMARANG, Joglo Jateng – Tekanan inflasi Provinsi Jawa Tengah pada Januari 2025 menurun sebesar 0,46 persen (mtm). Angka tersebut sejalan dengan nasional yang juga mengalami deflasi sebesar 0,76 persen (mtm).

“Secara tahunan, inflasi Provinsi Jawa Tengah sebesar 1,28 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional sebesar 0,76 persen (yoy). Sementara secara spasial, seluruh kota pantauan inflasi di Jawa Tengah mengalami deflasi. Deflasi terdalam berlangsung di Kota Semarang sebesar 0,69 persen (mtm),” kata Kepala BI Jateng, Rahmat Dwisaputra dalam pernyataan resmi yang diterima Joglo Jateng, Rabu (5/2/25).

Menurut Rahmat, penurunan tekanan inflasi Januari 2025 ini dipengaruhi oleh penurunan harga pada Kelompok Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan Bakar Rumah Tangga dengan andil deflasi mencapai 1,13 persen (mtm). Ini seiring dengan pemberian diskon 50 persen kepada rumah tangga pelanggan PT. PLN dengan daya di bawah 2.200 VA yang berlaku selama Januari dan Februari 2025.

“Andil penurunan harga listrik yang besar terhadap penurunan inflasi menyebabkan deflasi secara umum pada indeks harga konsumen (IHK) periode Januari 2025,” ujarnya.

Di sisi lain, tekanan inflasi pada Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau memberikan andil inflasi sebesar 0,54 persen (mtm). Terutama dipengaruhi oleh harga minyak goreng yang kembali meningkat disebabkan oleh keterlambatan distribusi akibat libur panjang.

“Tekanan inflasi juga terjadi pada komoditas cabai merah dan cabai rawit seiring dengan pasokan yang terbatas karena masih berada pada periode masa tanam. Panen cabai diperkirakan berlangsung pada Februari/Maret 2025 mendatang,” jelasnya.

Lebih jauh, tekanan inflasi pada kelompok makanan, minuman dan tembakau tertahan oleh penurunan harga komoditas bawang merah seiring dengan panen yang masih terjadi pada sejumlah sentra produksi di Jawa Tengah. Serta penurunan harga telur ayam ras seiring dengan normalisasi permintaan masyarakat pasca Nataru.

Pihaknya menilai kenaikan harga beberapa komoditas pangan berpengaruh terhadap peningkatan harga nasi dengan lauk yang mendorong tekanan inflasi pada Kelompok Penyediaan Makanan, Minuman/Restoran hingga mencapai andil sebesar 0,04 persen (mtm).

“Peningkatan tekanan inflasi juga terjadi pada Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya (andil 0,03 persen mtm) yang disebabkan oleh kenaikan harga emas perhiasan seiring dengan peningkatan harga emas dunia akibat ketidakpastian global. Berdasarkan data Trading Economics, harga emas dunia meningkat sebesar 5,22 persen dibandingkan bulan lalu,” beber Rahmat.

Dalam rangka menjaga inflasi berada pada rentang sasaran, Bank Indonesia bersama dengan para pemangku kepentingan di daerah yang tergabung dalam Forum Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Jawa Tengah akan terus berkoordinasi dan bekerja sama melaksanakan berbagai program pengendalian inflasi. Termasuk upaya mitigasi dampak deflasi, bagi masyarakat maupun pelaku usaha.

“Dengan demikian, inflasi Provinsi Jawa Tengah dapat terjaga di rentang sasaran 2,5±1persen,” tutupnya. (luk/adf)