KUDUS, Joglo Jateng – Museum Jenang Kudus terus memperkaya koleksinya dengan berbagai artefak bersejarah yang tidak hanya menyoroti industri jenang, tetapi juga sejarah dan budaya Kota Kudus. Dalam sebulan terakhir, museum ini menambahkan beberapa koleksi baru. Termasuk kaligrafi tiga dimensi berbahan kuningan yang mengutip beberapa ayat Al-Qur’an.
Kepala Museum Jenang, Tri Hartanto mengungkapkan, museum ini juga memiliki koleksi langka berupa majalah dan tabloid NU dari tahun 1936. Meskipun diterbitkan sebelum Indonesia merdeka, isi majalah tersebut sudah membahas berbagai persoalan agama.
“Untuk menjaga keaslian koleksi, museum menyediakan versi salinan agar pengunjung tetap bisa membaca isinya,” ujarnya.
Selain itu, museum ini juga memamerkan kalender Muhammadiyah kuno dari tahun 1945. Menariknya, kalender tersebut mencatat bahwa 17 Agustus 1945 bertepatan dengan 9 Ramadhan, menunjukkan hubungan erat antara sejarah nasional dan kalender Islam pada masa itu.
Museum Jenang juga menampilkan kisah dua pendiri organisasi Islam terbesar di Indonesia, NU dan Muhammadiyah. Namun, fokusnya bukan pada perbedaan keduanya. Melainkan pada persamaan visi dan nilai yang mereka usung.
Menurut Tri Hartanto, museum ini tidak hanya berperan sebagai tempat wisata, tetapi juga pusat edukasi sejarah dan budaya.
Filosofi “Gusjigang” yang merupakan akronim dari Gus (bagus akhlaknya), Ji (pandai mengaji) dan Gang (berdagang) atau yang bermakna ngaji, berdagang, dan berperilaku baik.
Hal itu menjadi menjadi bagian penting dari identitas Kudus yang turut diangkat dalam berbagai koleksi museum yang merupakan filosofi nilai luhur dari Sunan Kudus, diharapkan masyarakat Kudus dan sekitarnya dapat memiliki, menjiwai dan menerapkan nilai-nilai luhur tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
“Museum Jenang ini terus berkembang dengan menghadirkan beberapa referensi sejarah dari berbagai sumber akademis. Sejak 2017, berbagai penelitian telah dikaji untuk memperkaya literasi tentang Kudus, baik dari sisi sejarah, budaya, maupun warisan kuliner yang khas,” tambah Tri.
Dengan koleksi yang terus bertambah, Museum Jenang bukan hanya sekadar tempat mengenal jenang sebagai kuliner khas Kudus. Tetapi juga ruang pembelajaran tentang sejarah, akulturasi, dan nilai-nilai yang membentuk identitas kota ini. (cr7/fat)