Kudus  

Banjir Terparah di Kecamatan Mejobo, 4 Sungai Belum Dinormalisasi

BANJIR: Tampak seorang anak-anak yang sedang berlalu lalang di daerah banjir di Mejobo baru-baru ini. (DYAH NURMAYA SARI/JOGLO JATENG)

KUDUS, Joglo Jateng – Kecamatan Mejobo, Kabupaten Kudus, kembali dilanda bencana banjir yang cukup parah. Berdasarkan informasi dari Camat Mejobo, Moch Zaenuri, ada empat sungai yang melewati wilayah tersebut yang masih belum dinormalisasi. Keempat sungai tersebut meliputi sungai dari Utara Piji, Dawe, Bendo, dan selatan Jeratun. Sungai-sungai ini menjadi penyebab utama banjir yang menggenangi 11 desa di Mejobo.

Zaenuri mengungkapkan, normalisasi sungai telah dijanjikan oleh BBWS Pamali Juwana untuk dilaksanakan pada 2024. Namun, normalisasi ini tertunda karena prioritas penanganan bencana banjir di Kabupaten Demak yang terjadi tahun lalu.

Akibatnya, sungai-sungai di Kecamatan Mejobo tidak terkelola dengan baik, dan kondisi sungai yang dangkal membuat air hujan meluap, menyebabkan tanggul jebol dan air meluber ke pemukiman warga.

“Sungai yang dangkal menyebabkan air hujan meluap dan akhirnya jebol, meluber ke pemukiman warga. Kami sudah mengusulkan normalisasi, tapi tertunda karena prioritas penanganan banjir di Demak,” jawabnya baru-baru ini.

Banjir yang terjadi baru-baru ini cukup parah dan mengakibatkan sebagian besar lahan pertanian terendam air. Beberapa desa yang terdampak antara lain Desa Jojo, Kesambi, Temulus, Kirig, dan Payaman.

“Ada 11 desa yang terdampak banjir, di antaranya yang masih terdampak di Desa Jojo, Kesambi, Temulus, Kirig, dan Payaman. Sungai yang sudah lama tidak dinormalisasi membuat banjir semakin parah,” lanjutnya.

Kondisi tersebut mengkhawatirkan warga, karena pendangkalan sungai di wilayah tersebut semakin parah. Sungai Jeratun, misalnya, sudah mengalami pendangkalan yang cukup serius, dan normalisasi sungai tersebut sangat diharapkan agar bencana serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang.

“Sungai Jeratun sudah mengalami pendangkalan. Kami sudah mengusulkan untuk dinormalisasi, dan dijanjikan pada 2024, tapi karena bencana di Demak, rencana tersebut belum terealisasi,” ujarnya.

Selain itu, upaya penanganan darurat telah dilakukan oleh pemerintah setempat. Beberapa upaya yang dilakukan antara lain penutupan saluran air dengan menggunakan pasir dan sak, serta pembangunan talut untuk memperbaiki tanggul yang jebol.

“Kami sudah berupaya melakukan penutupan dengan pasir dan sak, serta membangun talut di beberapa titik untuk mencegah banjir. Alhamdulillah, dalam waktu dua hari, air sudah surut,” jelasnya.

Namun, meskipun banjir sudah surut, dampaknya cukup besar bagi sektor pertanian. Lahan pertanian di beberapa desa, seperti Hadiwarno, Tenggeles, dan Jepang, mengalami kerusakan, bahkan sebagian besar tanaman padi rusak dan terendam.

“Banyak sawah yang terendam, beberapa di antaranya sudah puso atau gagal panen,” ungkapnya.

Terkait dengan akses jalan, Zaenuri memastikan bahwa jalan utama yang menghubungkan Kecamatan Mejobo dan Jekulo dapat dilalui meskipun beberapa desa seperti Jojo Selatan dan Temulus masih terendam.

“Jalan utama menuju Jekulo bisa dilalui, namun beberapa desa seperti Jojo Selatan dan Temulus masih terendam, terutama Jojo yang airnya mencapai 10 cm,” terangnya.

Meskipun banjir sudah surut, Zaenuri mengimbau kepada masyarakat agar tetap waspada. Karena meskipun air sudah surut, kondisi cuaca yang tidak menentu dapat menyebabkan bencana serupa

“Kami menghimbau kepada masyarakat untuk tetap waspada dan berhati-hati,” pungkasnya. (uma/fat)