SEMARANG, Joglo Jateng – Perkara tukar guling atau tukar menukar tanah kas Desa Botomulyo kembali di gelar di Pengadilan Tipikor Semarang. Pada sidang sebelumnya (4/03), terdakwa SR dituntut JPU 2,6 bulan dan denda 500 juta. Ia dianggap oleh Jaksa Penuntut umum tidak berbukti sebagaimana pasal 2, namun dianggap terbukti pasal 3 sebagaimana dalam dakwaan JPU.
Hari ini, Selasa (11/3) sidang perkara No 99/Pid.Sus-TPK/2024/PN Smg kembali digelar dengan agenda pledoi atau pembelaan. Atatin Malihah selaku penasehat hukum telah mempersiapkan nota pembelannya.
“Terungkap dalam fakta persidangan, klien kita tidak ada mens rea atau niat jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi,” kata Atatin Malihah dalam keterangan tertulisnya yang diterima Joglo Jateng, Selasa (11/3/2025).
Menurutnya, SR menjadi pihak ketiga dalam tukar guling atas dorongan atau penawaran dari terdakwa AR yang merupakan sekretaris desa. Hal itu dilakukan AR karena pihak penukar sebelumnya tak mampu melanjutkan dan membayar 8 bidang tanah seluas 3,2 hektar milik petani.
Dalam nota pembelaannya Atatin kembali menegaskan, bahwa pergantian pihak ketiga bukan merupakan pelanggara karena tidak diatur dalam Perbub No 46 Tahun 2016. Bahkan, Camat Cepiring melalui surat No. 141/026/KEC. CEPIRING sudah memberitahukan kepada Bupati melalui sekda.
“Dalam jawabannya tukar menukar sudah dianggap selesai dan hasil tukar menukar menjadi kewenangan BPN,” ujarnya.
Disamping itu, lanjutnya, status hak kepemilikan 8 bidang tanah milik perorang sudah dihapus oleh BPN Kendal sehingga menjadi tanah negara dan tinggal dimasukkan menjadi hak pakai Desa Botomulyo.
Hal senada juga disampaikan oleh penasehat hukum SR lainnya yaitu Karman Sastro. Menurut Karman, pihaknya meyakini perkara ini bukan perbuatan korupsi, namun lebih cenderung perbuatan administrasi.
“Sudah tegas pula tukar menukar sah secara hukum berdasarkan putusan Mahkamah Agung PTUN Nomor 616 K/TUN/2024 tanggal 12 November 2024,” ungkapnya.
Ia menyatakan, dalam kasus ini JPU dalam menentukan unsur kerugian negara tidak jelas dan tidak obyektif. JPU melalui BPKP Jawa Tengah tak melakukan penghitungan terhadap 3,2 hektar atau 8 bidang tanah perorangan, namun hanya 1,6 Hektar tanah kas desa yang dilakukan penilaian.
“Jika pinjaman bank lebih besar dari pada nilai untuk membeli tanah pengganti dan pembiayaan tukar menukar, inipun salah besar dan sesat. Pinjaman kredit PT RSS ini tidak hanya mendasarkan pada nilai tanah bekas tanah kas desa, namun juga kelengkapan legalitas perijinan perumahan dan juga kontruksi bangunan,” tandasnya.(ags)