KUDUS, Joglo Jateng – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kudus terus berupaya menangani permasalahan rumah tidak layak huni (RTLH). Upaya ini dilakukan salah satunya dengan menggandeng berbagai pihak.
Kepala Bidang Prasarana Wilayah, Ekonomi, dan Sumber Daya Alam (SDA) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kudus, Muharini menyatakan, program ini melibatkan pemerintah pusat, provinsi, serta sejumlah perusahaan di Kudus. Selain itu, Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) juga turut serta dalam pembiayaan.
Pada 2024, besaran bantuan yang diberikan bervariasi. Dari APBD Kabupaten Kudus, bantuan ditetapkan sebesar Rp15 juta per unit. Sementara itu, APBD Provinsi mengalokasikan Rp20 juta per unit, dan untuk relokasi di Rusunawa dari APBD Perubahan Provinsi, anggarannya mencapai Rp40 juta per unit.
Selain dari pemerintah, perusahaan swasta juga berkontribusi dalam program ini. Pihak swasta membantu membangun 180 rumah yang tersebar di sembilan kecamatan, dengan dana maksimal Rp60 juta per unit. Sementara itu, Baznas menyalurkan bantuan untuk 27 unit rumah dengan alokasi maksimal Rp17,5 juta per unit.
Pada 2025, program ini akan tetap berlanjut dengan alokasi APBD Kabupaten sebesar Rp15 juta per unit. Namun, untuk APBD Provinsi masih menunggu kepastian anggaran. Sejumlah perusahaan kembali terlibat dalam pendanaan.
Menurut Muharini, rumah dikategorikan tidak layak huni jika memiliki lantai tanah, dinding bambu atau belum menggunakan bata. Serta atap yang rusak atau terbuat dari seng tambalan.
Proses pendataan dilakukan secara berjenjang. Desa mengusulkan nama-nama penerima kepada kecamatan, lalu diteruskan ke Pemkab untuk diverifikasi. Perusahaan swasta juga melakukan seleksi berdasarkan dokumen, foto rumah, jumlah penghuni, serta status kepemilikan tanah.
Lalu, jika tanah tersebut merupakan warisan, maka harus ada surat keterangan dari desa. Agar pembangunan dapat berjalan dengan lancar dan tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari.
Dengan adanya program ini, diharapkan jumlah rumah tidak layak huni di Kudus semakin berkurang, sehingga masyarakat bisa memiliki hunian yang lebih layak dan nyaman. (adm/fat)