SEMARANG, Joglo Jateng – Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakkeswan) Jawa Tengah terus mengimbau masyarakat akan bahaya penyakit antraks pada hewan ternak. Terlebih setelah adanya temuan kasus baru di Desa Watuagung, Kecamatan Baturetno, Wonogiri pada 14 Juli 2023 lalu.
Medik Veteriner Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakkeswan) Jawa Tengah, Slamet membenarkan adanya kejadian seekor sapi ternak di Desa Watuagung, Kecamatan Baturetno, Wonogiri positif antraks. Sapi dari hasil peranakan tersebut dikabarkan mati mendadak pada 14 Juli 2023 lalu. Namun baru diketahui positif antraks setelah hasil lab dari Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates keluar pada akhir bulan Juli.
“Baturetno itu perbatasan dengan Gunungkidul. Vaksinasi dilakukan di Desa Watugong kemudian satu dari sekian banyak yang divaksinasi terjadi kematian pada pedet (peranakan sapi). Kasusnya itu tangga 14 Juli 2023,” ungkapnya saat dikonfirmasi Joglo Jateng, belum lama ini.
Petugas pun langsung bertindak mengambil sampel dari tubuh sapi berupa telinga yang kemudian dikirim ke BBVet Wates. Selain itu sampel tanah di lingkungan tersebut juga diambil untuk dicek, terutama di sekitar pedet.
“Kemudian yang (sampel) telinga itu ada indikasi positif. Temen-temen juga mengambil beberapa titik tanah di wilayah itu, alhamdulillah hasil dari uji tanah negatif semua,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Slamet mengaku penguburan langsung dilaksanakan sesuai standar operasional prosedur. Kemudian diberikan disinfektan sebagai antisipasi merebaknya kasus antraks serta dilakukan plesterisasi pada kuburan sapi tersebut.
“Pedet itu langsung di kubur dan dilakukan penguburan standar operasional prosedur yang kemudian diberikan desinfektan dalam rangka untuk antisipasi merebaknya kasus serupa,” akunya.
Slamet mengatakan, ketika marak kasus antraks di Gunungkidul, pihaknya telah melakukan langkah antisipasi dengan memberikan 25 ribu vaksin pada hewan ternak. Terutama pada daerah yang berbatasan langsung. Terbanyak diterima Kabupaten Wonogiri yakni 8000 vaksin, kemudian Kabupaten Klaten 500, disusul dengan Kabupaten Karanganyar 2600, serta wilayah lainnya.
Menurutnya, virus antraks dapat menular ke manusia. Plesterisasi ini bertujuan untuk mencegah tanah bekas penguburan sapi tersebut mengalir saat hujan, sehingga bisa menyebarkan virus ke tempat lain.
“Ini bagian dari upaya kami. Sudah dilakukan disinfeksi, kuburan (sapi) juga diplesterisasi untuk mencegah tanahnya mengalir saat hujan kan bisa menyebar. Setelah tiga minggu kami pantau ini aman tidak ada kasus lagi,” ungkapnya.
Pihaknya mengimbau pada warga agar memperhatikan hewan ternak masng-masing. Jika menemui gejala seperti keluar darah pada bagian tubuh sapi dari mata, telinga, serta bagian tubuh yang berlubang lainnya agar segera melaporkan ke dinas. Edukasi berupa penyuluhan juga dilaksanakan sebagai langkah pencegahan.
“Mayarakat sudah paham (antraks berbahaya), kita beri penyuluhan lalu ada pertugas juga untuk memastikan melalui laboratorium (ketika ada aduan),” tandasnya. (luk/gih)