SEMARANG, Joglo Jateng – Ratusan warga, termasuk puluhan anak usia TK hingga SMA melakukan aksi bertajuk Semarang Climate Strike di depan Halaman Balai Kota Semarang. Mereka mendesak pemerintah agar mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang konkret untuk mengurangi, mengganti, atau menghentikan penggunaan bahan bakar fosil (BBF).
Koordinator Jaringan Peduli Iklim dan Alam (Jarilima), Ellen Nugroho mengatakan, aksi ini dilakukan secara serentak di sejumlah daerah lainnya. Seperti Jakarta, Bandung, Yogya, Malang, Riau, Jambi, dan Palu.
“Ini sebagai bagian dari seruan kepedulian pada perubahan iklim sedunia atau Global Climate Strike. Yang kita ketahui bahwa penambangan dan pembakaran batu bara, minyak bumi, dan gas alam telah menyebabkan efek gas rumah kaca,” ucapnya melalui keterangan tertulis yang diterima Joglo Jateng, beberapa waktu lalu.
Ia menambahkan, permasalahan bagi manusia yang menyebabkan suhu bumi naik di antaranya yaitu mulai dari memanjangnya kemarau, cuaca ekstrem. Kemudian kenaikan permukaan air laut, hingga munculnya siklon tropis yang mendekat ke khatulistiwa yang memakan ratusan korban jiwa.
“Jika kita terus hidup dengan kecanduan bahan bakar fosil seperti sekarang ini, dalam sepuluh tahun lagi, krisis iklim sudah tak terbayangkan,” jelasnya.
Sementara itu, Salah satu perwakilan dari Wahana Lingkungan Hidup Jawa Tengah (Walhi Jateng), Iqbal Alma mengukapkan bahwa saat ini pantai utara Jawa akan menjadi area yang sangat terdampak perubahan iklim. Menurut prediksi BMKG, pada 2032-2040, suhu harian akan meningkat banyak dan hari-hari kering makin panjang.
“Ini berisiko menimbulkan gagal panen, krisis air persih dan pangan, dan itu semua bisa membuat ketidakstabilan sosial dan politik. Para ahli memperhitungkan, skenario paling optimis pun, secara bertahap temperatur harian akan terus naik,” ungkapnya.
Di sisi lain, Perwakilan Persaudaraan Lintas Agama (Pelita), Setyawan Budy menuturkan, saat ini manusia sudah mulai meninggalkan dunia yang stabil dan memasuki masa genting iklim. Menurutnya, dampak perubahan iklim ini besar sekali.
“Pemuka agama, dengan pengaruhnya yang besar, mesti proaktif mengajak umat untuk ikut serta melakukan aksi-aksi nyata. Karena agama membawa pesan rahmat bagi seisi semesta, jadi umat beragama mesti melampaui urusan ritual, tapi riil menjadi pelopor perubahan gaya hidup menjadi rendah karbon,” ujarnya.
Dalam aksi yang dilakukan, massa menampilkan drama dengan memberikan pesan ‘Cintai Bumi Ini’, flash mob, serta menyanyikan bersama lagu Heal the World. Selain itu, aksi ini turut menghadirkan juga para pemenang lomba poster iklim untuk anak usia SD dan SMP untuk menerima penghargaan.
Para peserta juga bergantian melakukan orasi dan baca puisi. Acara ditutup dengan doa dari sejumlah pemuka agama baik Islam, Kristen, Katolik, dan Buddha. (cr7/mg4)