SEMARANG, Joglo Jateng – Direktur LBH APIK Semarang Raden Rara Ayu Hermawati Sasongko menyampaikan bahwa pihaknya telah menghimpun data kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan ke lembaga tersebut sepanjang tahun ini. Menurut Catatan Tahunan LBH APIK Semarang 2023, angka kekerasan terhadap perempuan masih tinggi.
Ia menyebut, jumlah pengaduan yang masuk di tahun 2023 ke Kantor LBH APIK Semarang ada 101 kasus. Sementara yang tertinggi adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
“Antara lain seorang suami yang melakukan pembunuhan terhadap istri. Semakin terbukanya poligami dan perkawinan anak juga turut memperparah faktor terjadi nya KDRT. Namun, negara cenderung mendorong mempertahankan kerukunan keluarga melalui upaya mediasi meskipun telah terjadi KDRT,” ungkapnya dalam acara Launching Catahu LBH APIK Semarang 2023 beserta diskusi di Monod Diephuis & Co, belum lama ini.
Menurutnya, masyarakat juga semakin mempromosikan keutuhan institusi perkawinan melalui poligami dengan alasan daripada melakukan perzinahan. Sehingga persoalan yang ada coba diselesaikan tanpa melihat akar masalah kekerasan terhadap perempuan.
Ia mengungkapkan, kekerasan seksual yang muncul juga masih minim penanganan. Bahkan korban masih takut untuk melapor.
“Padahal dampak kekerasan seksual terhadap perempuan ini dapat berdampak panjang. Di mana viktimisasi pada korban potensial seumur hidup dan pelaku punya ruang lebih luas untuk melakukan keberulangan kekerasan seksual terhadap korban. Karena negara belum tegas terhadap perlindungan hukum untuk mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual,” ujarnya.
Kekerasan terhadap pekerja rumah tangga (PRT), kata Rara, pada 2023 juga masih terjadi secara tidak manusiawi. Seperti PRT tidak diberikan upah usai bekerja, diberi makanan nasi basi, tidur di kandang anjing milik pemberi kerja, dipaksa makan kotoran (tinja) pemberi kerja. Kemudian kekerasan seksual, kekerasan fisik, hingga PRT mengalami kelumpuhan dan meninggal dunia.
“Namun negara belum memberikan perlindungan hukum untuk hak-hak PRT dalam aturan perundang-undangan,” kata dia.
Sementara itu, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Republik Indonesia dan Anindya Restuviani menanggapi Catahu LBH APIK Semarang dengan membawa isu hak atas informasi bagi perempuan dan kelompok rentan. Menurutnya, akses informasi diperlukan untuk menangani persoalan ini.
“Seperti (lewat situs, Red.) carilayanan.com agar mempermudah korban dalam mencari bantuan. Baik bantuan hukum dan berbagai pendampingan lain termasuk pendampingan psikologis,” demikian kata dia. (cr7/mg4)