SEMARANG, Joglo Jateng – Kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyerang hewan ternak di Jawa Tengah mengalami peningkatan drastis. Saat ini sebanyak 2.026 sapi teridentifikasi terjangkit PMK.
Hal ini disampaikan oleh Plt Kepala Dinas Peternakan Kesehatan dan Kesehatan Hewan (Disnakkeswan) Provinsi Jawa Tengah Jateng, Hariyanta Nugraha. Ia mengatakan, angka tersebut tercatat per 6 Januari 2024 pukul 23.59, dengan wilayah kasus tertinggi berada di Kabupaten Blora.
“Berdasarkan laporan sampai hari Senin (6/1/2025) jam 23.59 atau lewat tengah malam tadi. Memang kasusnya ada 2.062 sapi yang terduga atau suspek PMK,” jelasnya, Selasa (7/1/2025).
Hariyanta mengungkapkan bahwa dalam satu hari penambahan kasus PMK mencapai 388 ekor. Tercatat pada 5 Januari kasus berada diangka 1.638, sementara pada 6 Januari 2025 meningkat menjadi 2.026.
“Kalau kita bandingkan dengan hari kemarin tanggal 5 (Januari 2025, Red.) itu memang ada peningkatan kasus 388 ekor pada tanggal 6 Januari (2025, Red.), dengan posisi ini ada 25 ekor yang sembuh. Kemudian, 12 ekor yang dipotong, kemudian 52 ekor yang mati, kemudian sisa kasus yang terlaporkan ini 1.937 ekor sapi yang tersuspek PMK,” ungkapnya.
Pihaknya membeberkan, sebanyak 2.026 sapi yang terkena PMK ini tersebar di 21 kabupaten/kota, 165 kecamatan, dan 398 desa/kelurahan. Wilayah dengan kasus tertinggi adalah Blora dengan 300-400 sapi tersuspek PMK.
Disusul Kabupaten Pati, Sragen, dan Wonogiri dengan rentang 200-300 kasus. Lalu, Grobogan dan Batang dengan rentang kasus 100-200 sapi terkena PMK, sedangkan daerah lain kasusnya di bawah 100 ekor.
“Wilayahnya itu kebetulan ke wilayah di perbatasan dengan Jawa Timur, yang tertinggi itu di Blora kemudian Wonogiri, Sragen kemudian di Pati, ini kasus-kasusnya yang cukup tinggi,” bebernya.
Lebih lanjut, Hariyanta mengaku peningkatan kasus PMK ini disebabkan karena terputusnya vaksinasi di tiga bulan terakhir tahun 2024. Sehingga sapi yang belum divaksin dan vaksinnya belum utuh rentan terkena PMK. Selain itu, di pasar hewan juga rentan terjadi penyebaran virus, sebab lalu lintas hewan berasal dari beberapa wilayah, bahkan luar provinsi.
“Di tahun 2024 yang kemarin itu sempat terputus vaksinasinya agak tersendat di tiga bulan terakhir atau empat bulan terakhir itu memang terkendala. Karena memang sudah tidak adanya biaya operasional dari Kementerian Pertanian,” tambahnya.
Disnakkeswan Jateng terus berupaya melakukan penanganan dengan melakukan vaksinasi. Selain itu, pihaknya juga menurunkan tim investigasi. Tugasnya, melakukan penelitian terhadap dugaan kasus PMK yang dilaporkan. Melalui petugas di lapangan, Hariyanta juga melakukan sosialisasi dan edukasi kepada peternak, terkait penyakit yang bisa menyerang hewan.
“Berdasarkan kasus-kasus tersebut pada tanggal 29 Desember kemarin kami mendapatkan alokasi vaksin walaupun tidak banyak 8.750 dosis dan sudah kita alokasikan di beberapa kabupaten utamanya yang kemarin itu daerah perbatasan dengan Jawa Timur,” tandasnya. (luk/adf)